Telko.id – Asosiasi IOT Indonesia (ASIOTI) menjalin kerja sama dengan Bisnis Indonesia Intelligence Unit (BIIU) untuk meluncurkan hasil survei yang melibatkan 20 CEO & CTO dari 11 industri vertikal. Pada survei tersebut, 95% CEO dan CTO siap terapkan teknologi 5G dan AI.
CEO dan CTO dalam survei ini merupakan perwakilan dari berbagai perusahaan dengan kisaran valuasi Rp12,01 triliun hingga Rp319,360 triliun dari sektor pertanian, infrastruktur jalan, manufaktur, pertambangan, dan infrastruktur digital, yang diperkirakan akan sangat membutuhkan teknologi 5G untuk menjalankan bisnis.
Survei ini juga melibatkan 6 responden tambahan, yang terdiri dari 1 responden mewakili Asosiasi, 2 responden mewakili Akademisi, dan 3 responden mewakili Pemerintah.
Dal survei tersebut juga, para CEO dan CTO ini juga berharap internet 5G akan menghasilkan konektivitas yang lebih baik, memenuhi permintaan pelanggan yang semakin peduli dengan sustainability (keberlanjutan), dan membuka peluang kerja sama baru.
Baca juga : Pemerintah Siapkan Insentif Demi Perluas Jaringan 5G
Selain itu, 40% CEO dan CTO telah melihat sendiri dampak penerapan internet 5G terhadap efisiensi bisnis, dan sekitar 45% menyebutkan bahwa internet 5G dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk berinvestasi di teknologi AI.
Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa teknologi 5G dan AI menjadi sangat penting bagi sektor logistik, otomotif, kesehatan, dan pertanian.
Keempat sektor industri ini merupakan yang paling membutuhkan konektivitas 5G untuk meningkatkan efisiensi, menerapkan fitur IoT yang canggih, dan melakukan analisis data secara real-time. Para CEO dan CTO yang disurvei juga menekankan perlunya cakupan 5G yang komprehensif di daerah terpencil dan akses internet berkecepatan tinggi.
Perusahaan yang disurvei juga telah mengalokasikan anggaran dalam jumlah yang beragam untuk penerapan, pengoperasian, dan pengelolaan teknologi 5G dan AI.
Sebagian besar mengalokasikan anggaran hingga 40% untuk implementasi dan operasional, sedangkan beberapa perusahaan lainnya mengalokasikan lebih dari 40%.
Para CEO dan CTO telah menyadari bahwa teknologi 5G dan AI memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis. Mereka meyakini bahwa kedua teknologi ini dapat meningkatkan efisiensi bisnis, membantu pengambilan keputusan dan penerapan otomatisasi dengan cerdas, serta meningkatkan pengalaman pelanggan.
Mereka juga memprediksi 5G akan menjadi platform yang bermanfaat untuk memfasilitasi inovasi di masa depan.
Untuk sepenuhnya memanfaatkan peluang 5G dan AI, forum diskusi ini menghadirkan beberapa rekomendasi. Hal ini termasuk mempercepat alokasi frekuensi, menyediakan private network untuk daerah terpencil, menetapkan peraturan keamanan data, dan mendorong transparansi data.
“Pada dasarnya, survei kami menunjukkan kesiapan industri Indonesia untuk mulai menerapkan teknologi 5G dan AI. Namun, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi, seperti biaya, kompatibilitas teknologi, dan kesenjangan keterampilan,” kata Dias Rima Sutiono, Kepala Riset BIIU.
Menurut Dias, pemerintah dan stakeholder industri perlu berkolaborasi untuk memastikan bahwa teknologi 5G ini dapat mencakup area yang luas, menetapkan peraturan yang mendukung, dan mendorong penggunaan teknologi ini di berbagai sektor.
Berdasarkan survei tersebut, ASIOTI mengungkapkan masih ada berbagai tantangan dalam penerapan teknologi 5G dan AI di Indonesia, seperti:
- Pembangunan Infrastruktur: Para CEO dan CTO mengatakan bahwa diperlukan biaya yang besar untuk melakukan upgrade teknologi dan mengembangkan infrastruktur yang kuat dan andal untuk mendukung penerapan teknologi 5G dan AI. Mereka juga menekankan pentingnya cakupan yang luas dan kapasitas jaringan yang memadai di berbagai wilayah di negara ini.
- Kesenjangan Keterampilan dan Bakat: Survei ini mengungkapkan masih ada kesenjangan keterampilan dalam angkatan kerja yang mampu memanfaatkan dan mengelola teknologi 5G dan AI secara efektif. Para CEO dan CTO juga menyatakan perlunya program pelatihan khusus dan pendidikan untuk menjembatani kesenjangan ini.
- Kerangka Peraturan: Masih ada kekhawatiran terkait kerangka regulasi seputar teknologi 5G dan AI. Para CEO dan CTO menekankan bahwa penerapan teknologi 5G dan AI memerlukan regulasi dan kebijakan yang jelas
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian KOMINFO, Wayan Toni Supriyanto mengatakan, “Pemerintah, industri, operator seluler, akademisi, dan praktisi perlu memberikan atensi agar adopsi teknologi 5G khususnya pada sektor yang menjadi tumpuan utama ekonomi Indonesia bisa terimplementasi dengan baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa teknologi 5G lebih tepat guna jika dimanfaatkan untuk kebutuhan vertikal industri.”
“Terdapat tiga faktor utama yang diperlukan agar dapat mendorong 5G untuk memberikan layanan kualitas yang baik dan stabil sebagai berikut: ketersediaan spektrum frekuensi khusus (dedicated), modernisasi jaringan seluler 4G LTE baik eNodeB (RAN) maupun EPC (core network), serta fiberisasi sebagai kunci koneksi yang lebih stabil dan kapasitas yang lebih besar sebagai transport untuk menghubungkan antar elemen jaringan 5G,” tambah Wayan.
Ketua ASIOTI, Teguh Prasetya mengatakan, “Survei pasar yang dilakukan BIIU menyajikan informasi penting mengenai kesiapan dan harapan para CEO dan CTO Indonesia dalam hal penerapan teknologi 5G dan AI”.
Para CEO dan CTO yang disurvei memiliki antusiasme tinggi untuk menerapkan teknologi ini. Dengan demikian perlu dilakukan implementasi private 5G di Indonesia sebagai salah satu kunci penunjang kesuksesan 5G.
Meskipun demikian Industri telekomunikasi dan para stakeholder perlu mengatasi permasalahan seputar keamanan data, privasi, dan biaya untuk memastikan penerapan teknologi 5G di Indonesia dapat berjalan dengan lancar.
Seiring dengan bergeraknya Indonesia menuju masa depan digital, Indonesia Emas 2025. Ekosistem yang terdiri dari stakeholder industri, pembuat kebijakan, dan penyedia teknologi harus segera berkolaborasi untuk menghadirkan implementasi 5G sesegera mungkin dengan mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh teknologi 5G dan AI.
Dengan melakukan hal tersebut, Indonesia dapat menjadi yang terdepan dalam ekonomi digital dan mendorong inovasi di berbagai industri.
Direktur Eksekutif ICT, Heru Setiadi mengungkapkan, “Saya yakin hasil survei ini dapat menyajikan informasi penting bagi para stakeholder di industri telekomunikasi, pembuat kebijakan, dan perusahaan teknologi dalam mengarahkan penerapan 5G di Indonesia”.
Hasil survei ini menggarisbawahi tingginya kesadaran dan antusiasme pelaku usaha di Indonesia terhadap penerapan teknologi 5G.
Pengembangan infrastruktur, peningkatan keterampilan SDM, dan adanya regulasi yang mendukung juga menjadi faktor penting untuk menyukseskan penerapannya. Memahami harapan dan kekhawatiran para pelaku usaha sangatlah penting dalam membentuk strategi dan kebijakan yang dapat mendorong penerapan ekosistem 5G yang positif dan inklusif.”
Jaringan 5G tak hanya sekadar evolusi dari teknologi komunikasi saja, tetapi juga sebuah revolusi yang akan membuka banyak peluang di berbagai sektor. Dengan konektivitas berkecepatan sangat tinggi, latensi rendah, dan konektivitas perangkat yang masif, teknologi 5G akan mendorong transformasi dalam berbagai aspek.
Dampak ekonomi global dari penerapan 5G diproyeksikan akan mencapai $13,1 triliun pada tahun 2035. Industri manufaktur, layanan kesehatan, dan transportasi diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang signifikan berkat penerapannya.
Selain itu bedasarkan hasil studi IHS Markit dampak dari penerapan 5G terhadap output perekonomian global diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 13,2 Triliun pada tahun 2035.
Secara khusus untuk Indonesia, bedasarkan penelitian dari ITB, jika penyediaan spektrum 5G dilakukan secara bertahap dari 2021 hingga 2023, dapat mendorong pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 2.802 triliun Rupiah pada tahun 2035.
Sehingga penerapan 5G menyumbang 9,3% dari PDB pada tahun 2035. Koneksi 5G juga akan membuka peluang kerja terkait 5G yang diperkirakan mencapai sekitar 4,4 juta pada tahun 2030.
Integrasi teknologi 5G dan AI akan menghadirkan potensi besar bagi sektor industri utama di Indonesia.
Di bidang kesehatan, layanan telemedis berbasis AI dan sistem pemantauan pasien jarak jauh berbasis 5G dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas, khususnya di daerah terpencil.
Indonesia memiliki ekosistem digital dan perekonomian yang dinamis sehingga memiliki posisi yang strategis untuk dapat memanfaatkan teknologi 5G and AI.
Indonesia juga memiliki populasi digital yang besar dengan lebih dari 17 juta pengguna internet dan ekosistem startup yang terus berkembang pesat.
Dengan memanfaatkan kekuatan 5G dan AI, Indonesia dapat mendorong inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan masyarakat yang lebih luas.
Dengan konektivitas 5G berkecepatan tinggi, latensi rendah, dan integrasi teknologi AI, Indonesia dapat menghadirkan layanan digital yang lebih canggih, seperti augmented reality, virtual reality, dan penerapan Internet of Things (IoT), yang dapat mentransformasi berbagai sektor industri seperti kesehatan, pendidikan, dan manufaktur.
Dengan menciptakan kerangkat regulasi yang mendukung, mendorong investasi infrastruktur digital, dan meningkatkan literasi digital masyarakat, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pusat digital regional di Asia Tenggara.
Pendekatan strategis ini tak hanya akan menarik investasi asing, tetapi juga memberdayakan talenta lokal untuk menjadi ujung tombak kemajuan teknologi dan mengatasi tantangan sosial, mendorong pertumbuhan inklusif, dan pembangunan berkelanjutan secara nasional. (Icha)