Telko.id – Spectrum Sharing dalam UU Cipta Kerja menjadi polemik baru pada operator selular. Pasalnya, dalam Undang-undang baru itu tertuang tentang kerjasama penggunaan spectrum frekuensi radio ketika mengimplementasikan teknologi baru. Dalam persepsi operator, ketentuan baru tersebut bisa digunakan untuk teknologi 4G juga.
Namun, dengan jelas, Arteria Dahlan, anggota Panitia Kerja Baleg RUU Cipta Kerja meminta agar jangan ada lagi pihak-pihak tertentu yang mentafsirkan lain dari kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio. Menurut anggota Komisi III DPR RI ini teknologi baru yang dimaksud dari UU Cipta Kerja untuk frekuensi selular adalah untuk penggelaran layanan teknologi 5G. Bukan untuk teknologi yang sudah diimplementasikan sebelum UU Cipta Kerja ini disahkan.
Arteria meminta semua pihak memahami terlebih dahulu konsep spectrum sharing di dalam UU Cipta Kerja. Konsepnya adalah dengan UU Cipta Kerja ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja baru dan mendatangkan investasi. Agar pemulihan ekonomi nasional lebih cepat. Sehingga kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio diharapkan dapat mendukung cita-cita Presiden Jokowi.
“Penerapan 5G akan membuat induk usaha operator telekomunikasi di Indonesia yang merupakan investor asing seperti Singtel, Axiata, Oredoo, dan Hutchinson untuk meningkatkan investasi secara serius di Indonesia,” ungkap nya dalam Webinar & Diskusi Publik tentang UU Cipta Kerja dalam rangka Persaingan Usaha yang Sehat di Sektor Telekomunikasi yang berlangsung Selasa (10/11/2020).
Baca juga : Smartfren Siap Gelar Jaringan 5G, Tinggal Menunggu Alokasi Spektrum
Menurut Arteris, spectrum sharing ini adalah sebagai insentif yang diberikan pemerintah bagi operator telekomunikasi untuk membangun jaringan telekomunikasi selular dengan teknologi 5G. “Jadi spectrum sharing ini konteksnya adalah stimulus bagi investor yang ingin membagi jaringan telekomunikasi. Bukan yang lain,” terang Arteria
Arteria memastikan operator yang kemarin malas membangun tak akan mendapatkan ‘durian runtuh’ ini. Sehingga kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio bagi teknologi 5G ini memberikan keadilan bagi operator yang selama ini sudah memiliki komitmen membangun sarana dan prasarana telekomunikasi di Indonesia.
Lanjut Arteria, DPR memahami betul kenapa spectrum sharing tidak diperkenankan untuk teknologi yang sudah dibangun. Jika spectrum sharingdiperbolehkan untuk teknologi yang sudah ada, politisi PDI Perjuangan ini percaya akan menggangu iklim persaingan usaha yang sehat. Selain menggangu persaingan usaha yang sehat, menurut Arteria, spectrum sharing di teknologi yang sudah ada di Indonesia justru akan menggangu iklim investasi telekomunikasi nasional.
“Idealnya spektrum frekuensi radio tidak untuk dikerjasamakan karena secara teknis dapat membuka peluang terjadinya spectrum pooling yaitu penggabungan dan pengumpulan spektrum frekuensi radio yang nantinya digunakan untuk mengalahkan kompetitor dalam industri telekomunikasi secara tidak fair. Dan ini akan merusak industri telekomunikasi nasional,” ungkap Arteria memberikan alasan.
Ia pun menambahkan bahwa peraturan tersebut dibuat untuk mengedepankan kepentingan nasional yang lebih luas sehingga spectrum sharing untuk layanan telepon selular hanya diperuntukkan bagi teknologi baru seperti 5G.
Jika spectrum sharing dilakukan untuk 5G maka dampak positifnya jauh lebih besar. Kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk teknologi baru tidak hanya menguntungkan bagi industri telekomunikasi nasional, tetapi juga akan bermanfaat bagi seluruh industri yang ada di Indonesia.
“Spectrum sharing untuk 5G akan memacu investasi di dalam negeri. Terlebih lagi untuk mendorong industri 4.0. Presiden Jokowi ingin agar bangsa Indonesia bisa mendapatkan benefit dari industri digital. Sehingga pemanfaatannya juga optimal bagi kemakmuran rakyat. Kita ingin kehadiran negara ditegakkan sehingga bangsa Indonesia berdaulat penuh,”kata Arteria dalam diskusi daring mengenai UU Cipta Kerja dalam rangka Persaingan Usaha yang Sehat di Sektor Telekomunikasi.
Selain untuk teknologi baru, kami di DPR juga meminta kepada regulator dalam membuat Peraturan Pemerintah kelak untuk kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio juga harus mendapatkan izin dari Pemerintah. Ketika hendak mengajukan izin, operator yang akan melaksanakan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio juga harus memenuhi komitmen pembangunan dan penyediaan infrastruktur serta layanan telekomunikasi.
“Kita di DPR menuntut operator telekomunikasi yang berusaha di Indonesia untuk melaksanakan fungsi pembangunan nasional. Untuk melakukan komitmen tersebut operator telekomunikasi akan melakukan investasi. Sehingga bisnis telekomunikasi yang ada akan tumbuh disamping bisnis baru berdasarkan kehadiran teknologi baru 5G,”terang Arteria.
Karena sudah sah menjadi undang-undang Arteria mengatakan UU Cipta Kerja ini sudah memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan dapat dipaksakan. Sehingga pemerintah dapat menuntut komitmen pembangunan yang lebih tinggi serta standar QoS yang lebih baik kepada operator telekomunikasi. (Icha)