Telko.id – Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan kebijakan untuk 5G, termasuk juga dalam penyediaan spektrumnya. Masalah spectrum ini, Indonesia cukup memiliki masalah yang pelik. Itu sebabnya, ada beberapa pekerjaan rumah atau PR bagi pemerintah Indonesia dalam menyediakan frekuensi buat 5G ini.
Sebelum menentukan frekuensi yang akan dialokasikan untuk 5G ini, pemerintah saat ini masih menunggu hasil dari World Radiocommunication Conference 2019 yang akan diadakan pada Oktober – November 2019 mendatang. Dimana, salah satu nya adalah menyoal tentang isu spectrum 5G ini. Selain itu juga beragam teknologi dan pelayanan terdepan yang akan menyertainya akan menjadi penggerak penting untuk strategi Industri 4.0 dan inisiatif pemerintah yaitu Making Indonesia 4.0.
“Pertanyaannya bukan kapan Indonesia siap untuk 5G, tapi Indonesia harus siap. Untuk 5G, kita harus mempersiapkan tidak hanya alokasi spektrum, tapi mulai dari teknologi dasar seperti optical fiber dan kompetensi teknis pembangunan hingga akses pelanggan,” ungkap Ismail, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dalam Seminar on Telecommunication in Indonesia on Welcoming 5G Roadmap, Benefit and Challenge, di Jakarta (22/08/2019).
Untuk memuluskan Indonesia masuk ke era 5G ini, pemerintah pun sudah membentuk 5G Task Force. “kami ingin mendiskusikan model partnership antara industri dan pemerintah untuk benar-benar mempersiapkan landasan 5G agar investasi kita tepat sasaran dan sukses,”lanjut Ismail.
Jika memetil saja, salah satu pekerjaan rumah pemerintah dalam mempersiapkan 5G ini, yakni persoalan frekuensi, cukup berat juga yang dihadapinya.
Secara dunia, banyak standarisasi yang akan ditetapkan secara bersama-sama agar ekosistem 5G bisa terbentuk dan memberikan manfaat yang maksimal pada industry, masyarakat dan pemerintah.
“Yang pertama ditunggu adalah hasil dari World Radiocommunication Conference 2019. Di mana, didalam salah satu agenda nya adalah akan enetapkan frekuensi high band untuk 5G. Dengan kandidatnya di pita 24.25 – 86 GHz,” ungkap Mochamad Hadiyana, Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Info.
Lalu, pada bulan Oktober, ITU juga akan menetapkan standar IMT-2020. Dilanjutkan dengan pembangunan 5G Fase 1 atau 3GPP Rel.15 untuk meningkatkan enhanced Mobile Broadband (eMBB). Diperkirakan akan banyak muncul di tahun 2020. Setelah itu lanjut masuk ke pembangunan 5G Fase 2
Atau 3GPP Rel.16 & beyond. Yang menjadi fokus untuk massive IoT dan critical IoT. Fase ini diperkirakan baru akan bermunculan mulai di tahun 2021.
Target Pita frekuensi 5G Indonesia
Di Indonesia sendiri, pekerjaan rumah dalam mengalokasikan frekuensi untuk 5G menghadapi masalah pelik. Pertama, untuk super data layer, diperlukan pita frekuensi mmWave untuk implementasi 5G khususnya dalam mengantisipasi kebutuhan enhanced Mobile broadband dan low latency. Khusus untuk ini, Indonesia masih menunggu dari hasil dari World Radiocommunication Conference 2019. Apakah akan menggunakan frekuensi 5Gdi 26 GHz, 28 GHz atau 39 GHz.
Kedua, untuk Capacity Layer. Yang diperlukan adalah pada frekuensi 1.8 GHz, 2.1 GHz , 2.3 GHz, 2.6 GHz, 3.5 GHz dan 4.8GHz. Pita mid band ini dibutuhkan terutama untuk menjadi umbrella network menjamin mobility. Sayang, frekuensi ini masih digunakan oleh BSS atau (Pay-TV). Itu sebabnya, perlu dipercepatan langkah pemerintah untuk merealokasi nya.
Lalu di frekuensi 3.5GHz, saat ini sedang satelit C-band, sehingga perlu ada pembersihan dulu kalau memang pemerintah memiliki frekuensi tersebut dan digunakan oleh 5G.
Selanjutnya yang ketiga adalah Coverage Layer. Pita low band pada frekuensi 700 Mhz, 800 Mhz dan 900 Mhz. Frekuensiini dibutuhkan untuk menjamin konektivitas layanan-layanan basic dari teknologi seluler dan perluasan penetrasi mobile broadband terutama di daerah rural. Namun, saat ini masih menunggu proses revisi UU Penyiaran untuk mengosongkan spektrum ini. (Icha)