Telko.id – Banyak pihak yang sudah ‘gerah’ dengan kehadiran ponsel black market (BM). Bukan hanya pedagang, pemerintah pun dirugikan karena tidak ada pembayaran pajak jika ponsel atau smartphone masuk ke Indonesia lewat ‘jalan belakang’. Menperin Airlangga Hartarto sempat mengungkapkan bahwa, total kerugian negara akibat peredaran ponsel BM bisa mencapai Rp1 triliun per tahun.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartato, kerugian tersebut diperoleh dari penjualan ponsel ilegal yang mencapai 12 juta unit setiap tahunnya, sementara penjualan ponsel di dalam negeri mencapai 60 juta unit per tahun.
“Kalau kita bicara satu tahun 60 juta unit, berarti 20 persen ada 12 juta unit. Dari 12 juta unit itu kalau rata-rata harganya 100 dolar AS, sudah berapa? Kerugiannya bisa sampai Rp 1 triliun,” jelas Airlangga beberapa waktu lalu menjelaskan.
Itu sebabnya, pemerintah berencana untuk melakukan atau mengeluarkan peraturan terkait registrasi IMEI atau International Mobile Equipment Identity agar kehadiran ponsel black market pun dapat dibendung atau diamputasi.
Lalu, kapan peraturan menteri terkait IMEI tersebut akan keluar?
Rudiantara, Menteri Komunikasi dan informatika, saat ditemui di kantornya (20/06) menyatakan bahwa tidak lama lagi, peraturan tersebut akan keluar. Akan ditandatangani peraturan dari tiga kementerian sekaligus yakni dari Menkominfo, Menperin dan Pergadangan.
Dengan adanya tiga peraturan tersebut, maka diharapkan smartphone illegal pun akan dapat di’amputasi’ sehingga masyarakat pun terlindungi hak-hak nya. Termasuk juga pemerintah dapat mencegah terjadinya kerugian negara karena ponsel Black Market itu sendiri.
Kabar yang beredar, nanti pada 17 Agustus 2019, ketika hari Kemerdekaan Indonesia, peraturan dari tiga kementerian tersebut akan ditandatangani secara bersamaan.
Itu sebabnya, saat ini Kominfo terus melakukan upaya-upaya agar, tiga kementerian tersebut dapat secapatnya merealisasikan peraturan tersebut.
Ada yang tidak senang dengan peraturan yang akan dikeluarkan? Ya, pasti ada pihak-pihak yang tidak happy. Tapi dengan tegas, Rudiantara menyatakan bahwa “kami dipemerintah ini berkewajiban untuk melindungi masyarakat. Peraturan registrasi IMEI ini untuk masyarakat banyak kok. Jadi kita harus jalan terus”.
Operator Harus Investasi EIR
Salah satu yang membuat peraturan registrasi IMEI ini masih terhambat juga karena operator di Indonesia pada awal set up jaringan tidak dilengkapi dengan Equipment Identity Register (EIR), mungkin supaya hemat. Berbeda dengan di negara- negara lain atau operator yang sudah melengkapi perangkat tersebut dari awal membangun jaringan.
Padahal, alat tersebut memiliki kemampuan untuk mengenali IMEI setiap smartphone. Jadi, ketika ada smartphone yang aktif dan IMEI yang muncul tidak terdaftar, maka operator pun memiliki kewajiban untuk memblokirnya.
Itu sebabnya, operator pun harus punya data-data yang sama dengan Kemenperin tentang IMEI ini. Agar tidak salah melakukan pemblokiran.
Nah, sekarang ketika pemerintah mau menerapkan IMEI registrasi, operator ‘terpaksa’ harus investasi alat tersebut.
Dan, kabarnya cukup tinggi harganya. Ditambah lagi, supaya tidak mengganggu kualitas layanan, operator tidak bisa menyediakan hanya satu alat saja. Perangkat EIR ini harus dipasang di setiap sentral nya operator. Jadi tidak centralized.
Inilah rupanya, salah satu yang harus dihadapi pemerintah, ketika akan menerapkan registrasi IMEI ini.
“Percuma kita membuat regulasi kalau perangkat EIR di operator nya tidak ada,” ungkap Mochamad Hadiyana, Direktur Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika Direktorat Jenderal SDPPI menjelaskan.
Hibah DIRBS Dari Qualcomm
Sebenarnya, pemerintah, dalam hal ini Kemenperin sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Qualcomm untuk untuk memberantas peredaran telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang masuk ke Indonesia secara ilegal sehingga dapat melindungi industri dan konsumen di dalam negeri.
Plus ditambah juga, Kemenperin mendapatkan hibah platform Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS).
DIRBS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui nomor IMEI ponsel,” terangnya. Sistem ini juga dapat memverifikasi nomor IMEI ponsel yang menggunakan jaringan dari operator dengan mengacu pada data base yang dimiliki oleh Kemenperin dan GSMA untuk memastikan keabsahan IMEI. Selain itu, DIRBS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kode IMEI yang diduplikasi dari ponsel lama.
Namun, DIRBS ini tidak dapat digunakan untuk eksekusi IMEI yang tidak terdaftar. Tetap, operator dengan alat EIR yang bisa melakukan pemblokiran.
Jadi, di kemenperin akan menyimpan data IMEI smartphone, mana yang bisa digunakan, mana yang harus diblokir karena ilegal. Nah, data yang harus diblokir itu nanti yang akan disampaikan pada operator untuk dilakukan pemblokiran.
Jadi, para vendor akan mendapatkan nomor IMEI dari GSMA setelah mendaftar. Data itulah yang harus disampaikan oleh para vendor pada kemenperin untuk didata. Itulah data yang dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kemenperin. Data ini juga yang akan digunakan untuk menganalisa data IMEI yang beredar di Indonesia. Jika ada smartphone yang aktif, tetapi IMEI nya tidak terdaftar maka pada sistem operator akan muncul untuk dilakukan pemblokiran.
Pemutihan IMEI Yang Sudah Beredar
Bagaimana dengan smartphone yang sudah ada di masyarakat? Menurut Hadiyana, akan ada pemutihan IMEI yang sudah beredar di masyarakat dengan durasi tertentu karena masyarakat tidak salah.
Lalu, pemerintah juga tidak akan merepotkan masyarakat untuk harus mendaftar IMEI smartphone nya. Yang harus mendaftarkan adalah vendor nya ketika akan melakukan import barang.
Namun, ketika peraturan sudah berlaku, maka masyarakat juga harus hati-hati ketika akan membeli smartphone baru. Pastikan, dicoba terlebih dahulu di counter pembelian, atau membeli di counter resmi agar bisa dipastikan smartphone yang dibeli adalah resmi. Jika tidak, maka smartphone baru tersebut akan langsung terblokir begitu diaktifkan.
Pasalnya, nomor IMEI itu akan terhubung dengan IMSI atau IMSI, International Mobile Subcriber Indentity, Integrated Services Digital Network (ISDN) dan nomor yang melekat pada SIMCARD dari operator. Jadi, operator pun dapat dengan mudah untuk melakukan pemblokiran. (Icha)