Telko.id – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) meningkatkan perlindungan konsumen digital menyusul lonjakan kejahatan scam yang memanfaatkan celah jaringan telekomunikasi.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap perkembangan modus penipuan yang semakin canggih menggunakan teknik spoofing, masking, dan penyalahgunaan identitas pelanggan.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kemkomdigi Edwin Hidayat Abdullah menegaskan kondisi ini membutuhkan aturan teknis yang lebih kuat untuk menjaga keamanan masyarakat dalam menggunakan layanan telekomunikasi.
“Saat ini, isu yang paling sering muncul adalah mengenai scam call atau panggilan penipuan. Penipuan ini terjadi melalui telepon, SMS, messenger service, surat elektronik, dan berbagai saluran lain,” ungkapnya dalam acara Ngopi Bareng di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
Edwin Hidayat menjelaskan pelaku kejahatan saat ini memanfaatkan teknik penyamaran nomor yang semakin sulit dideteksi.
Oleh karena itu, pemerintah akan meminta operator telekomunikasi membangun sistem anti scam dengan memanfaatkan teknologi, termasuk Kecerdasan Artifisial (AI), untuk mendeteksi dan mencegah penipuan secara otomatis.
“Operator harus melindungi pelanggan mereka. Mereka diminta membangun infrastruktur dan teknologi anti scam agar panggilan penipuan, termasuk yang menggunakan nomor masking, tidak lagi menjangkau pengguna,” tegas Edwin Hidayat.
Sistem ini bertujuan menghentikan panggilan palsu yang mengatasnamakan lembaga resmi atau perseorangan sebelum sampai ke tangan pengguna.
Baca Juga:
Kemkomdigi akan meninjau ulang proses masking dan memetakan alur teknis yang memungkinkan manipulasi identitas nomor.
Perhatian khusus juga diberikan pada jalur panggilan internasional dan penggunaan Session Initiation Protocol (SIP) Trunk yang sering dipakai untuk menampilkan nomor lokal palsu.
“Kami meninjau kembali bagaimana proses masking dapat terjadi dan langkah apa saja yang bisa dilakukan agar hal tersebut tidak terulang atau minimal ruang terjadinya sangat kecil,” jelas Dirjen Ekosistem Digital Komdigi.
Di sisi identitas pelanggan, Komdigi mengidentifikasi proses registrasi SIM card masih memberikan ruang bagi penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
Untuk menutup celah ini, Komdigi memfinalisasi kebijakan registrasi berbasis pengenalan wajah (face recognition) bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Edwin Hidayat menyatakan skema baru ini memastikan nomor telepon hanya aktif jika sesuai dengan identitas pemilik yang sah.
“Dalam waktu dekat, registrasi berbasis pengenalan wajah yang bekerja sama dengan Dukcapil akan segera dijalankan,” tuturnya.
Kebutuhan kebijakan ini dinilai mendesak mengingat tingginya peredaran nomor telepon di Indonesia. Data menunjukkan jumlah aktivasi nomor baru per hari pada operator seluler rata-rata mencapai 500 ribu hingga satu juta.
Kebocoran identitas NIK dan Nomor KK yang masih terjadi membuka peluang penyalahgunaan identitas dalam skala besar untuk aktivasi SIM card secara tidak sah.
“Setiap hari terdapat sedikitnya 500 ribu hingga satu juta nomor baru yang diaktivasi,” ungkap Edwin Hidayat. Fenomena ini memperkuat urgensi penerapan sistem verifikasi yang lebih ketat, mirip dengan inisiatif Telkomsel Telco Verify yang telah lebih dulu diluncurkan.
Komdigi menegaskan bahwa keamanan pengguna menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan industri telekomunikasi.
Regulasi yang kuat, teknologi keamanan jaringan, dan tata kelola identitas digital menjadi fondasi penting untuk menjaga ruang telekomunikasi yang aman bagi masyarakat.
“Yang sedang kami rapikan adalah bagaimana industri telekomunikasi tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memiliki tanggung jawab kuat dalam menjaga pelanggannya,” pungkas Edwin Hidayat.
Isu perlindungan konsumen dalam dunia digital semakin mendapat perhatian, termasuk dalam hal kebijakan kuota data yang hangus yang kerap menjadi perdebatan.
Dengan langkah-langkah konkret ini, diharapkan dapat menekan angka kejahatan digital dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan telekomunikasi. (Icha)


