spot_img
Latest Phone

Huawei Watch D2, Bisa Pantau Tekanan Darah 24 Jam

Telko.id - Huawei resmi menghadirkan Huawei Watch D2 di...

Yuk Bikin Galaxy Z Flip6 Jadi Stand Out dengan Flipsuit Case

Telko.id - Huawei resmi memperkenalkan Huawei MatePad Pro 12.2-inch,...

Oppo Pad Air2

Tecno Spark 20C

Tecno Spark Go 2024

ARTIKEL TERKAIT

Kenapa Kebijakan USO Di Indonesia Jadi bahan Referensi Negara ASEAN?

Telko.id – Kebijakan Universal Service Obligationatau USO, ‘menarik’ 1.25% dari pendapatan para penyelenggara telekomunikasi atau operator ternyata dianggap menarik oleh Negara angora Asean. Pasalnya, ternyata bukan hanya Indonesia saja yang memiliki permasalahan konektivitas broadband dan internet.

“Negara ASEAN mempunyai masalah yang sama yaitu broadband connectivity dan internet connectivity. Peringkat infrastructure communication technology (ICT) Indonesia bukan nomor satu di ASEAN, Indonesia saat ini ada di posisi empat atau lima setelah Singapura, Malaysia, Thailand dan mungkin Vietnam. Tantangan geografis menjadi alasan utama sullitnya membangun infrastruktur TIK di Indonesia, namun pemerintah tidak menyerah,” jelas Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam Lokakarya Konsultatif “Approaches to ASEAN Next Generation Universal Service Obligation (USO 2.0)” di Hotel Borobudur Jakarta, minggu lalu.

Menteri Rudiantara menekankan USO di Indonesia dapat menjadi salah satu referensi utama bagi negara lain untuk menangani akses universal untuk internet dan telekomunikasi.

“Kebijakan USO yang diterapkan Indonesia dalam membangun konektivitas internet menjadikan Indonesia sebagai referensi bagi negara lain. Kalau saya melihat kenapa workshop ini diadakan di Indonesia bukan untuk mencontek Indonesia tapi menjadikan Indonesia sebagai reference, karena di negara lain tidak menerapkan,” tandasnya.

Tantangan masing-masing negara, diakui Menteri Kominfo Rudiantara berbeda. Malaysia yang memiliki tantangan konektivitas tapi menjadi negara daratan sehingga lebih mudah untuk menarik kabel. “Berbeda dengan Indonesia sebagai negara kepulauan yang lebih besar tantangannya,” ungkap Rudiantara.

Namun, demikian, Rudiantara yakin jika program yang diterapkan di Indonesia bisa digunakan untuk menyelesaikan tantangan pemerataan internet cepat. “Ini yang mau dishare ke sesama negara ASEAN bagaimana meng-address masalah broadband connectivity dan internet connectivity,” ujarnya.

Maklum saja, operator telekomunikasi tidak tertarik dalam membangun daerah terpencil yang tidak feasible secara bisnis. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia membangun pemerataa akses internet broadband melalui dana Universal Service Obligation (USO). Dana itu, berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 17 tahun 2016 dipungut dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi sebesar 1,25 persen.

Kebijakan USO dari berbagai aspek seperti intervensi pemerintah, skema implementasi, sumber daya manusia, tata kelola, pilihan teknologi, skema keuangan, dan masa depan pengembangan TIK di Indonesia.

“Kita share ke mereka mengenai Program Palapa Ring yang menggunakan kebijakan USO, juga satelit yang menggunakan separuh dana USO. Cara mengeksekusinya dengan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Kalau di Malaysia yang melakukan procurement bukan BLU seperti BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) tetapi MCMC (Malaysian Communications and Multimedia Commision) yang masih bagian dari regulator,” ungkapnya memberi contoh.

Selain Palapa Ring, Indonesia juga telah membangun satelit multifungsi dengan teknologi High Throughput Satellite (HTS). Bernama Satelit Republik Indonesia (SATRIA), satelit dirancang untuk memiliki kapasitas throughput 150 Gigabits per second (Gbps).

Satelit ini dinamakan yang diharapkan dapat menyediakan layanan internet untuk 150.000 fasilitas umum, termasuk sekolah dan pusat kesehatan, serta lembaga pertahanan, administrasi keamanan dan semua pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

“Kita butuh satelit sendiri untuk mengkoneksikan seluruh Indonesia, jika kita fokus ke terrestrial kita tertinggal, sehingga kita butuh satelit. Kita akan koneksikan seluruh sekolah di Indonesia, begitu juga untuk sektor kesehatan juga pemerintah daerah,” jelas Rudiantara.

Lokakarya Konsultatif on Approaches to ASEAN Next Generation Universal Service Obligation (USO 2.0) merupakan kerja sama antara ASEAN, United States Agency for International Development (USAID) dan BAKTI. Lokakarya itu ditargetkan dapat berkontribusi pada upaya ASEAN untuk meningkatkan konektivitas dan memperluas inklusivitas di kawasan ini dengan meningkatkan akses ke internet broadband.

Utusan Misi AS untuk ASEAN James Carouso, menyatakan dukungan terhadap upaya ASEAN untuk merancang, menyelaraskan, dan mengimplementasikan program-program USO.

“Kita semua dapat melihat bahwa ekonomi digital adalah masa depan. Melalui USAID, Pemerintah Amerika Serikat senang dapat bermitra dengan ASEAN untuk memperluas akses ke teknologi digital. Kami berharap dapat melanjutkan upaya bersama ini,” ungkapnya.

Menurut Carouso, manfaat program USO akan besar untuk generasi yang akan datang. “Pada akhirnya, kemajuan ASEAN dalam memperluas akses broadband adalah kemajuan menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan peningkatan kesejahteraan manusia,” ungkapnya.

Lokakarya konsultatif tersebut dihadiri oleh sekitar 100 peserta yang mewakili Negara-Negara Anggota Telekomunikasi dan Informasi Senior Teknologi (TELSOM) Negara Anggota ASEAN, Dewan Regulator Telekomunikasi ASEAN (ATRC) dan Regulator / Otoritas Layanan Universal (USO) Regulator / Otoritas serta operator dan vendor, penyedia solusi, termasuk layanan OTT, dan startup digital, bersama dengan perwakilan lintas sektor dari pendidikan, kesehatan, dan keuangan. (Icha)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU