Telko.id – Kebijakan terkait aturan validasi IMEI yang sudah diberlakukan sejak 18 April lalu, ternyata masih belum berjalan sempurna. Penyebabnya adalah mesin CEIR atau Central Equipment Identity Register secara hardware masih belum tersedia. Untuk mengantisipasi sampai mesin itu siap digunakan, setidaknya pada 24 Agustus mendatang, tiga Kementerian yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perdagangan, Kementerian perindustrian dan ATSI atau Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia pun bersepakat untuk menggunakan Cloud CEIR.
Itu pun baru bisa diberlakukan pada wal Juli mendatang. Pasalnya, Cloud CEIR ini juga membutuhkan sinkronisasi data dulu. Baik yang dari Kemenperin yakni Tanda Pendaftaran Produkatau TPP Import dan TPP Produksi, data dari SIINAS (Sistem Informasi Industri Nasional) dan data dari operator. Baik Cloud CEIR maupun nantinya CEIR Harware cara kerja dan fungsi nya akan sama saja. Sama-sama juga bisa melakukan juga pemblokiran IMEI.
Hal ini mengemuka dalam Webinar Sosialisasi dan Edukasi Validasi IMEI bertajuk “Membangun Komitmen Bersama Terapkan Aturan Validasi IMEI”dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF), 24 Juni 2020.
Hadir sebagai pembicara Nur Akbar Said, Kepala Subdirektorat Kualitas Layanan dan Harmonisasi Standar Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika; Achmad Rodjih Almanshoer, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian; Ojak Manurung, Direktur Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan, Ojak Manurung, Danny Buldansyah, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI); Hasan Aula, Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) dan Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Menurut Akbar, saat ini CEIR Cloud dalam penyempurnaan. Antara CEIR Cloud dan CEIR hardware memiliki fungsi yang sama persis dan bisa melakukan juga pemblokiran IMEI, jika produk atau ponsel tidak termasuk dalam katagori Black Market atau BM yakni tidak teregistrasi dalam TPP Produk, TPP Import dan data operator,” ungkap Nur Akbar Said, Kepala Subdirektorat Kualitas Layanan dan Harmonisasi Standar Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam Webinar Sosialisasi dan Edukasi Validasi IMEI yang diselenggarakan oleh ITF pada, Rabu, 24 Juni 2020.
Hal tersebut juga diperkuat oleh Danny Buldansyah yang menyatakan bahwa “Kami bersama perintah sedang melakukan test Fungsionalitas CEIR dan EIR (Equipment Identity Register) melalui Cloud. Yang menjadi perhatian kami adalah pelanggan. Jangan sampai pelanggan yang eksistinf sampai terkena blokir,” ungkap Danny menambahkan.
Achmad Rodjih, memaparkan juga bahwa Saat ini Kemenperin masih menunggu serah terima CEIR dan kominfo. “CEIR saat ini masih Kominfo atau lebih tepatnya di Telkomsel sebagai anggota ATSI, belum serah terima. Berdasarkan jadwal yang kita susun bersama, minggu depan seharusnya sudah masuk ke tahap pembangunan sistem dan integrasi CEIR. System yang akan di jalankan sementara waktu adalah Cloud computing dikarenakan perangkat fisik untuk memasang system CEIR direncanakan tiba di Indonesia sekitar bulan Agustus 2020,” ungkap Rodjih.
“Tanggal 24 Agustus, CEIR Harware sudah bisa dioptimalkan. Tapi, kami berharap bisa lebih cepat waktu yang dijadwalkan. SDM dan infrastruktur secara terus menerus kami persiapkan agar siap pada waktu nya,” ungkap Rodjih.
“Tapi yang paling penting adalah pemerintah sangat serius menangani masalah IMEI ini karena akan sangat mendukung industri dalam negeri,” ujar Rodjih menambahkan.
Mengenai kondisi dilapangan, menurut Hasan Aula, Ketua APSI, masih banyak beredar ponsel atau produk BM, baik pada perdagangan Online maupun offline, dan masih mendapatkan sinyal dari operator. Seperti iPhone SE 2020 yang di Indonesia ini belum resmi diluncurkan di Indonesia karena belum selesai proses perijinannya. “Masih banyak beredarnya ponsel BM atau illegal ini membuat banyak pihak yang merasa bahwa aturan IMEI ini belum berjalan. Jadi kami berharap pemerintah dapat merealisasikan aturan ini menggunakan CEIR Cloud saja dulu, tidak perlu menunggu CEIR hardware sehingga wibawa pemerintah juga ada,” ujar Hasan berharap.
Menanggapi hal tersebut, Ojak Manurung dari Kemendag menyampaikan bahwa pihak nya, sejak diberlakukan aturan validasi IMEI tanggal 18 April lalu, sebenarnya sudah melakukan pengawasan. “Hanya saja, karena kemarin itu, Indonesia dilanda pandemi Covid-19, pengawasan tidak bisa dilakukan secara maksimal. Kita melakukannya secara online. Belum bisa secara offline karena memang banyak juga toko yang tutup. Tapi, ke depan, dapat dipastikan kita akan melakukan pengawasan secara langsung, bukan sekedar Online, tetapi offline, secara konvensional ke lapangan,” sahut Ojak menjelaskan.
Lalu, berdasarkan hasil pengawasan secara online beberapa waktu lalu tersebut, Kemendag sudah menindaklanjuti dengan dengan melayangkan surat ke IDEA atau Asosiasi e-Commerce Indonesia untuk menyampaikan pada anggota nya untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada tentang perdagangan ponsel BM ini. Bahkan Ojak menyebutkan bahwa pihak nya sudah melakukan pemanggilan e-commerce yang disinyalir melanggar ketentuan. “Kami sudah melayang surat pemanggilan pada market place yang memperdagangkan HKT (Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet) illegal,” ungkap Ojak.
Aturan IMEI yang dirasa belum optimal ini juga disampaikan oleh perwakilan YLKI, Tulus Abadi. “Jangan hanya membuat aturan yang bagus saja tetapi dalam eksekusinya lemah, inkonsistensi, law inforcement nya tidak terasa karena seharusnya masyarakat dengan adanya aturan IMEI ini merasa bebas dari terror, aman dan nyaman. Jangan sampai, ketika sudah membeli ponsel dan aktif, lalu dikemudian hari diblokir. Tentu ini membuat konsumen tidak nyaman”.
Tentu harapannya, semua sistem yang mendukung pengendalian IMEI ini dapat berjalan dengan optimal secepat mungkin. Harapannya, kerugian negara yang sampai Rp.6 Miliar setiap harinya karena ponsel black market atau illegal masuk Indonesia ini bisa dicegah. Industri dalam negeri pun dapat tumbuh dengan lebih baik lagi. Dan, pastinya konsumen atau masyarakat pun dapat lebih terlindungi dari teroris, penipuan, termauk juga lost and stolen sehingga lebih aman dan nyaman. Itu yang penting! (Icha)