spot_img
Latest Phone

Huawei Watch D2, Bisa Pantau Tekanan Darah 24 Jam

Telko.id - Huawei resmi menghadirkan Huawei Watch D2 di...

Yuk Bikin Galaxy Z Flip6 Jadi Stand Out dengan Flipsuit Case

Telko.id - Huawei resmi memperkenalkan Huawei MatePad Pro 12.2-inch,...

Oppo Pad Air2

Oppo Reno11 Pro (China)

Tecno Spark 20

ARTIKEL TERKAIT

BPK Angkat Bicara Soal Perubahan Tarif Interkoneksi

Telko.id – Pro dan kontra tentang rencana penurunan biaya interkoneksi sebesar 26% untuk 18 skema panggilan telepon tetap dan seluler, ikut mengusik perhatian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pasalnya, mereka melihat terdapat potensi kerugian negara hingga ratusan triliun jika kebijakan ini mulai diberlakukan.

Menurut hasil analisa dan pengamatan dari Achsanul Qosasi, salah satu pimpinan di BPK, kebijakan interkoneksi yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dinilai bisa sangat membahayakan penerimaan negara dari sektor telekomunikasi dalam lima tahun ke depan.

Mulai dari potensi penurunan pendapatan hingga Rp 100 triliun, setoran dividen dan pajak ke pemerintah berkurang Rp 43 triliun, hingga investasi belanja modal di daerah rural berkurang Rp 12 triliun. Semua itu merupakan potensi kerugian Telkomsel yang dimiliki Telkom Group sebagai BUMN telekomunikasi.

Sementara dari catatan yang dimiliki BPK, Telkom Group hingga saat ini masih merupakan BUMN terbesar kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar kepada negara. Sumbangsih Telkom kepada pendapatan negara, disebut BPK, mencapai Rp 7 triliun setiap bulannya.

“Telkom Group memiliki market capitalization terbesar kedua setelah BRI yang mencapai Rp 4.000 triliun. Karena Telkom merupakan salah satu blue chip yang dimiliki bangsa ini selain Pertamina, BRI, dan PLN, maka sudah menjadi tanggung jawab kami di BPK untuk menjaganya, terutama dari isu-isu negatif yang berpotensi merugikan negara,” kata Achsanul di Jakarta.

Achsanul menilai, Jika penurunan biaya interkoneksi memberikan manfaat yang baik pada negara, Ia mempersilakan untuk dijalankan. Namun jangan sampai turunnya biaya interkoneksi ini justru malah berpotensi menggerus penerimaan negara. Jika itu sampai terjadi maka bukan masyarakat dan negara yang mendapatkan manfaatnya.

“Jelas ini disampaikan Pak Presiden kepada kita. Kalau ada satu keputusan menteri terkait dengan BUMN atau kementrian lain, harus ditanyakan kepada kementrian lain kalau saya mengeluarkan begini kira-kira dampaknya apa.

“Begitu juga dengan industri, begitu satu menteri melakukan policy tanya ke industri terkait apakah ada yang dirugikan. Kalau manfaatnya lebih banyak dari mudhoratnya, silakan jalankan. Tapi jangan sampai yang diisukan adalah turunnya tarif sementara penerimaan negara triliunan terabaikan. Kalau misalnya, kemampuan Telkomsel anak usaha Telkom berkurang, jadinya kan masyarakat juga yang akan dirugikan. Siapa lagi yang akan membangun di daerah pinggiran selain Telkomsel? Sedangkan operator yang lain tidak membangun,” tuturnya.

Achsanul menambahkan, BPK selalu memeriksa laporan keuangan Telkomsel dan Telkom Group setiap tahunnya. Jika mereka saat ini bisa menguasai pangsa pasar terbesar di Indonesia, itu bukannya tanpa usaha dan pengorbanan besar dalam berinvestasi.

“Telkomsel itu rugi saat membangun infrastruktur. Walaupun hitungannya rugi, tapi ini bicara untuk 5-10 tahun ke depan. Investasi yang dilakukan benar-benar untuk menjalankan kepentingan negara dan rakyat, sesuai Nawa Cita. Buktinya, masyarakat di desa sudah bisa menikmati internet gara-gara Telkomsel,” paparnya.

Ia pun mempersilakan kepada operator telekomunikasi lainnya seperti Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison 3 Indonesia, dan Smartfren Telecom, untuk ikut membangun di daerah pedesaan dan pinggiran di luar Pulau Jawa, agar seluruh masyarakat bisa ikut terlayani.

“Ini kan masalah supply and demand terhadap services. Kalau punya services terbaik, demand pasti terbanyak. Siapa yang bisa memberikan supply yang terkuat, dialah yang menang. Hukum bisnis seperti itu. Karena Telkomsel sudah membangun seluruh jaringan duluan, wajar kalau menikmati keuntungan,” kata Achsanul.

BPK mengaku akan terus mengawasi dan tidak akan melakukan intervensi, namun setiap gerak-gerik pelaksana negara yang mencurigakan, apalagi sampai merugikan penerimaan negara, wajib untuk diberi peringatan dan diluruskan.

“Jadi, cobalah dipikirkan, saya tidak dapat mengatakan ini benar atau salah. Yang bisa mengatakan ini benar atau salah, bermanfaat atau tidak, adalah ketika saya melakukan pemeriksaan tahun depan. Kami periksa setelah semester kedua tahun 2017. Saya akan sampaikan ke presiden dan ke parlemen. Biar nanti parlemen yang lakukan pengawasan, jalurnya seperti itu,” lanjutnya.

“Saya tidak mau ngomong prematur. Saya hanya buktikan nanti, karena BPK itu selalu after the fact. Saya hanya menyampaikan, bahwa ini risiko-risikonya. Tapi faktanya adalah tahun depan. Kalau misalnya penerimaan Telkomsel turun gara-gara keputusan menteri, maka hal tersebut akan jadi catatan khusus oleh BPK,” pungkas Achsanul.

Sementara itu, Menkominfo Rudiantara dalam beberapa kesempatan selalu mengatakan bahwa penurunan biaya ini dilakukan agar tarif off-net (lintas operator) bisa mendekati tarif on-net (satu jaringan operator). Harapannya, agar trafik panggilan lintas jaringan bisa tumbuh untuk semua operator.

“Justru dengan adanya penurunan biaya interkoneksi, masyarakat akan semakin banyak untuk melakukan panggilan telepon,” terang Rudiantara di depan anggota Komisi I DPR RI, dalam rapat dengar pendapat, pekan lalu.

Namun, pertumbuhan tersebut disangsikan bisa terjadi jika penurunan biaya interkoneksi itu tidak berdampak banyak terhadap tarif retail. Karena, komponen biaya interkoneksi itu hanya 15% dari total tarif retail, atau hanya 3,7% dari total komponen tarif seperti dikatakan Menkominfo di Komisi I DPR.

Sementara itu, Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli melalui keterangan resminya mengungkapkan akan tetap menerapkan kebijakan tarif interkoneksi yang baru selama terdapat kesepakatan dengan operator lain secara B2B dan selama belum adanya surat pembatalan mengenai perubahan tarif ini.

“Kami memandang bahwa kebijakan Menkominfo tentang penurunan tarif interkoneksi sebesar rata-rata 26% merupakan kebijakan pro-rakyat, karenanya harus didukung oleh semua pihak,”

Dengan penurunan tarif interkoneksi ini, masyarakat akan dapat  menikmati layanan telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau, mendorong industri telekomunikasi lebih efisien, serta menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat,”

Rencananya, Hari ini (1/9), Pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika akan mulai memberlakukan tarif baru untuk interkoneksi. Namun, gejolak penolakan dari berbagai pihak berpotensi untuk mengagalkan rencana tersebut. Hingga berita ini diturunkan, tim Telko.id belum mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai peraturan ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

ARTIKEL TERBARU