Telko.id – Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, adalah salah satu lumbung pangan terpenting di Indonesia. Namun, di balik potensinya yang besar, tersimpan tantangan yang menggerogoti kesejahteraan petani.
Bagaimana jika solusinya datang dari kolaborasi antara teknologi, komunitas lokal, dan pendekatan pertanian yang lebih ramah lingkungan?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 10,83% penduduk Magelang masih hidup di bawah garis kemiskinan—angka yang ironis untuk wilayah dengan 57% masyarakat bergantung pada sektor pertanian.
Desa Mangunsari, salah satu episentrum pertanian di Magelang, menjadi contoh nyata: ketergantungan pada pupuk kimia, metode konvensional, dan minimnya akses informasi justru memperburuk risiko keberlanjutan. Lantas, adakah jalan keluar yang tidak sekadar tambal sulam?
Baca juga : GoNusantara, Cara GoTo Lanjutkan Transformasi Digital UMKM Indonesia
Jawabannya hadir melalui inisiatif Magelang Setories, sebuah program pertanian regeneratif hasil kolaborasi GoTo Impact Foundation (GIF) dengan konsorsium lokal.
Bukan sekadar proyek filantropi, ini adalah investasi jangka panjang yang dirancang untuk memberdayakan petani dari akar rumput.
Magelang Setories: Lebih dari Sekadar Program Pertanian
Monica Oudang, Ketua GoTo Impact Foundation, menegaskan bahwa pendekatan mereka berbeda. “Perubahan nyata terjadi ketika masyarakat menjadi agen perubahan di wilayah mereka sendiri,” ujarnya.
Magelang Setories adalah buktinya—sebuah ekosistem yang melibatkan Setara Indonesia, Bhumee Artani, dan Waste & Wishes Indonesia, dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah hingga kelompok tani.

Bupati Magelang, Bapak Grengseng Pamuji, melalui perwakilannya, Arif Yulianto, menyambut baik inisiatif ini. “Magelang punya potensi besar sebagai lumbung pangan Jawa Tengah. Namun, potensi saja tidak cukup tanpa kemampuan mengelolanya,” tegasnya. Di sinilah Magelang Setories berperan sebagai katalisator.
Tiga Pilar Utama Magelang Setories
Theodorus Dedy Tri Kuncoro, perwakilan konsorsium, memaparkan tiga solusi inti program ini:

- Demonstration Plot (Demplot) Agro Learning Center: Pusat edukasi pertanian regeneratif yang mencakup teknik penanaman, panen, hingga pengelolaan limbah pasca panen.
- Pendampingan Pertanian Regeneratif: Petani dibimbing untuk menerapkan rotasi tanaman, agroforestri, dan penggunaan kompos organik—termasuk untuk komoditas seperti padi, cabai, dan sayuran.
- Pengelolaan Limbah Organik: Limbah diubah menjadi Pupuk Organik Cair (POC) dan maggot sebagai pakan ternak, menciptakan ekonomi sirkular.
“Kami ingin petani tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan hingga 30%,” tambah Theodorus.
Dampak Jangka Panjang: Dari Lingkungan hingga Kesejahteraan
Program ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi. Puas Siswa Widada, Kepala Desa Mangunsari, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
“Masyarakat tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh dukungan semua pihak untuk memastikan inovasi ini berkelanjutan,” katanya.
Dari sisi lingkungan, Magelang Setories menargetkan pengelolaan 100% limbah organik di Demplot.
Dalam jangka panjang, ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, memperkuat ketahanan terhadap longsor, dan memulihkan daerah aliran sungai.
“Ini bukan milik GIF atau konsorsium semata, tapi milik kita bersama,” tutup Monica. “Sudah saatnya kita berani berdaya dan menciptakan solusi yang benar-benar transformatif.” (Icha)