Telko.id – Aturan validasi IMEI atau International Mobile Equipment Identity masih juga digodok oleh pemerintah. Belum selesai juga. XL sebagai salah satu operator di Indonesia mendukung ada nya aturan tersebut. Hanya saja, operator ini meminta diberikan insentif oleh pemerintah ketika aturan tersebut diberlakukan. Insentif seperti apa?
“Wajar operator mendapatkan insentif. Kan kami membantu pemerintah dalam menegakan aturan IMEI tersebut,” ujar Dian Siswarini, Presiden dan Chief Executive Officer XL Axiata di Kantor XL Axiata, Jakarta, Rabu 21 Agustus 2019.
Insentif yang dimaksudkan oleh Dian tersebut adalah insentif Biaya Hak Penggunaan atau BHP bagi para operator. Di mana, sebagaimana yang sekarang terjadi, BHP ini dianggap oleh operator terlalu besar dan cukup memberatkan. Itu sebabnya, Dian meminta BHP yang dibayar oleh operator ke pemerintah bisa berkurang.
Selain itu, dian juga menginginkan verifikasi ponsel legal atau ilegal bukan dari operator. Informasi berasal pada sistem yang disediakan oleh pemerintah.
“Jadi ada database yang disiapkan pemerintah yang tinggal kita cek ke sana. Jadi verifikasi dilakukan pemerintah, kita nanti dapat informasi dari sistem yang disediakan pemerintah, tentang valid atau enggaknya IMEI tersebut, supaya standar untuk semua operator,” jelasnya.
Memang, untuk melakukan pemblokiran smartphone atau ponsel illegal hanya bisa dilakukan oleh operator melalui perangkat yang disebut dengan EIR atau Equipment Identity Register yang biasanya memang terpasang di sentral nya operator. Namun, karena dulu-dulu Indonesia tidak menganut IMEI yang terdaftar hingga fasilitas atau fitur untuk pemblokiran ini dinonaktifkan. Nah, untuk menonaktifkan ini yang menurut operator membutuhkan biaya cukup besar.Tak pelak, operator pun menuntut adanya insentif.
Menurut Dian, untuk XL sendiri dibutuhkan dana yang cukup besar. “Investasinya cukup lumayan besar ya mungkin sekitar US$40 juta (Rp569,6 miliar) untuk XL network kita,” ujar dian.
Wakil Ketua Umum, Merza Fachyspun sempat menyatakan bahwa setiap opera harus berinvestasi mencapai Rp 200 miliar. Bahkan, sempat juga Merza menyebutkan bahwa investasinya Rp.15.000 per pelangan.
Namun, memang belum ada yang jelas tentang investasi yang harus dilakukan oleh operator ini. “Belum jelas sebenarnya investasi yang harus dilakukan operator, soalnya belum ada spesifikasi nya jelas juga dari pemerintah,” ungkap Merza.
Itu sebabnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam sebuah kesempatan menyebutkan bahwa investasi yang dikeluarkan oleh operator nantinya tidak akan terlalu besar. Jadi, tidak bisa dijadikan alasan. (Icha)