Telko.id – Jumlah pengguna 2G secara keseluruhan memang sudah mulai menurun. Banyak variable yang mempengaruhi. Namun, XL mempercepat mematikan, membongkar jaringan 2G nya untuk lebih fokus pada bisnis data dan menjadi penyedia internet selular.
Langkah ini, sudah dilakukannya sejak awal 2018. Yang dilakukan adalah mulai mengurangi jaringan 2G di area tertentu sambil terus mengurangi kapasitas di area lain di mana penggunaan 2G menurun.
Frekuensi yang ditinggalkan 2G itu, digunakan oleh XL Axiata untuk memperbarui sebagian besar nya untuk 4G. Inisiatif ini merupakan strategi bisnis XL Axiata untuk melakukan modernisasi jaringan yang berkelanjutan guna memastikan pengalaman dan layanan terbaik bagi pelanggan 4G.
Di sisi lain, ternyata dengan mempercepat mematikan, membongkar jaringan 2G membuat XL Axiata mencatat kerugian sebesar Rp 3,3 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh beban biaya penyusutan yang dipercepat. XL Axiata mencatat rugi bersih sebesar Rp 9 miliar setelah dinormalisasi pada akhir tahun 2018.
Beban penyusutan yang dimaksud adalah biaya penyusutan yang dipercepat di kuartal 4 2018 sehubungan dengan pengurangan penggunaan jaringan 2G terutama yang telah dimatikan, dibongkar dan usang atau tidak lagi digunakan.
Akselerasi depresiasi ini murni merupakan penghapusbukuan akuntansi, sebagai hasil dari masa manfaat yang lebih pendek, dan merupakan itemnon-tunai yang tidak akan mempengaruhi kelangsungan bisnis atau kemampuan untuk melunasi hutang. Selain itu, penghematan biaya dari listrik yang lebih rendah dan sewa serta pengurangan biaya penyusutan akan meningkatkan laba bersih XL Axiata di masa depan.
Terbukti, selama Tahun 2018, XL Axiata telah melakukan pembayaran kembali pinjaman bank sebesar Rp 1,65 triliun, pinjaman USD sebesar USD 350 juta, dan sukuk Rp 1.298 miliar melalui kombinasi refinancing dan dana internal. Per 31 Desember 2018, XL Axiata telah melunasi seluruh pinjaman USD. (Icha)