Telko.id – Salah satu syarat kelulusan bagi Mahasiswa XL Future Leaders adalah mengerjakan tugas wajib proyek IoT atau Internet of Things. Tak heran, sudah ada 18 solusi IoT yang semuanya telah memiliki prototipe dan masuki tahap uji coba lapangan.
Bahkan sebagian besar di antaranya sudah mendapatkan calon pengguna yang akan mengaplikasikan proyek tersebut untuk mendukung produktivitas bisnis atau usahanya.
“Proyek solusi IoT ini tugas wajib bagi mahasiswa XLFL angkatan ke-7 dan menjadi syarat kelulusan. Dengan mengerjakan tugas IoT ini, para mahasiswa juga mendapatkan pengalaman riil yang sangat langka, yang tidak setiap sejawatnya bisa mendapatkan kesempatan ini. Hasilnya sejauh ini sangat bagus untuk mereka yang baru pertama mengerjakan solusi IoT,” ungkap Feby Sallyanto, Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata.
Feby menambahkan, proyek-proyek solusi IoT karya mahasiswa tersebut menyasar pada lima bidang bisnis, yaitu smart building, smart city, agrikultur, kelautan, transportasi dan logistik. Saat ini, semua proyek telah memasuki pengembangan prototipe dan market validation.Para mahasiswa kreatornya sudah melalui tahap awal seperti pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar dari Revolusi Industri 4.0, IoT, dan pengembangan bisnis. Mereka juga sudah melalui tahap survey pasar dan proposal proyeknya juga sudah lolos untuk dibuat.
Pengembangan prototipe adalah proses awal dalam mewujudkan produk solusi IoT meliputi design hardware, aplikasi, dan integrasi dengan “flexiot”, platform IoT milik XL Axiata. Kemudian, market validation adalah proses verifikasi yang dilakukan sebelum dan selama proses pembuatan prototipe yang bertujuan untuk memastikan apakah fitur produk benar-benar menjawab masalah yang dihadapi oleh pasar.
Dengan demikian, proyek-proyek solusi IoT itu sudah menyelesaikan sekitar 60% dari keseluruhan tahap sebelum sepenuhnya jadi dan siap diimplementasi. Dua tahap lagi yang masih harus dilalui adalah pengemasan contoh produk dan uji coba lapangan. Pengemasan contoh produk berupa pembuatan pcb-assembly dan casing produk yang lebih memperhatikan aspek pemasaran, estetika, dan kegunaannya. Uji coba lapangan perlu dilakukan agar produk yang dibuat dapat bekerja dengan baik di kondisi lingkungan calon pengguna.
“Pada saat mereka mengusulkan ide proyek yang akan dikembangkan, mereka diwajibkan untuk mengobservasi calon pengguna dari ide mereka. Dengan demikian, proyek yang dikembangkan benar-benar menjawab kebutuhan dan mengarah ke komersial. Karena itu tidak mengherankan jika saat ini hampir semua proyek sudah ada calon penggunanya dan bahkan sudah ada yang ikut terlibat dalam pengembangan proyeknya,” tutur Feby.
Dalam menggarap proyek IoT, para mahasiswa XLFL mendapatkan bimbingan dari X-Camp, laboratorium pengembangan IoT pertama di Asia Tenggara yang disertifikasi oleh GSMA dan dimiliki XL Axiata. Pengembangan proyek-proyek mahasiswa XLFL tersebut juga melibatkan tim IMDP (IoT makers Development Program) sebagai tim pengembang.
Tim IMDP ini sendiri terdiri dari puluhan mahasiswa non XLFL yang berasal dari beberapa kampus. Mereka merupakan peserta program khusus pengembangan IoT.
Jadi, pembagian tugasnya, mahasiswa XLFL melakukan riset pasar, survey, mendapatkan informasi kebutuhan calon pengguna, dan membuka potensi untuk tahap komersialisasi. Lalu tim IMDP membantu membuat prototipe dari mulai perakitan hardware, firmware programming, hingga aplikasi di lapangan. Semua proses berada dalam bimbingan X-Camp.
Menurut salah satu peserta XLFL, Doni Susanto, mahasiswa Universitas Sriwijaya, untuk membuat solusi IoT ini, tidak sekedar membutuhkan keahlian teknis saja dalam teknologi digital, namun butuh berbagai kompetensi non teknis. Misalnya manajemen tim, baik dalam membagi tugas, membangun kerja sama tim, hingga menjaga emosi. Selain itu, mereka juga harus mampu mengedukasi pasar potensial hingga bernegosiasi.
Jadi, skill utama yang harus dibiasakan di era digital ini adalah berempati terhadap suatu permasalahan, agar bisa membantu mengatasinya dengan tepat melalui IoT. (Icha)