Telko.id – Bos Telkomsel, tidak banyak bicara tentang positioning perusahaan terhadap isu konsolidasi operator seluler yang sudah lama beredar. Namun, dalam konferensi pers Media Gathering Telkomsel, Selasa (30/4/2019), dia blak-blakan.
Akhirnya, Direktur Utama Telkomsel, Ririek Ardiansyah bahwa Telkomsel mendukung inisiatif pemerintah untuk mengurangi jumlah operator di Indonesia. Asal? Yang pertama adalah, berdasarkan undang-undang sektor telekomunikasi, konsolidasi yang dimaksud adalah menyatu beberapa perusahaan telco (merger dan akuisisi) bukan penyatuan jaringan atau berbagi (sharing) infrastruktur.
“Kalau kita lihat di beberapa negara, industri telko yang sehat maksimal hanya 3-4 operator. Di Indonesia memang terlalu banyak pemainnya,” ujar Ririek.
Lalu, Ririek juga mengingatkan agar konsolidasi ini berjalan, pemerintah harus memberikan kepastian pada pelaku industri, lanjutnya. Salah satunya terkait nasib spektrum pascamerger atau akuisisi.
“Pada UU yang ada sekarang belum diatur. Lalu, jangan sampai terjadi penumpukan spektrum pada satu operator. Spektrum merupakan resources terbatas. Pemerintah perlu merumuskan bagaimana formulasinya (spectrum) yang akan memudahkan konsolidasi ke depannya,” ujar Ririek yang juga menjabat sebagai ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI).
Ketika ditanya apakah Telkomsel akan ikut berpartisipasi dalam konsolidasi sektor telco, Ririek menyatakan belum punya rencana untuk mengakuisisi perusahaan telco yang lain.
Hingga saat ini, ada lima operator setelah sebelumnya PT Internux (Bolt) menghentikan layanan dan dialihkan ke Smartfren. Tersisa Telkomsel milik Telkom, Indosat Ooredoo, XL, Smartfren, dan Tri.
Sebagai informasi, Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 Telekomunikasi mengamanatkan, frekuensi adalah milik negara.
Dengan demikian, jika satu operator berhenti misalnya karena adanya akuisisi, maka frekuensi tersebut harus dikembalikan ke pemerintah. Itu sebabnya merger akuisisi belum terjadi karena itu berarti si pembeli harus mencaplok perusahaan operator tanpa frekuensinya alias kosong.
Walaupun sempat Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika beberapa lalu menyebutkan bahwa pemerintah akan menghitung kembali frekuensi yang dimiliki oleh operator yang melakukan merger atau akuisisi, dan akan diberikan sesuai dengan kebutuha. Jika ada lebih nya, maka akan disimpan dulu oleh pemerintah yang lalu, pada waktu yang sudah ditentukan akan diberikan kembali pada operator tersebut, dengan syarat ketentuan berlaku. Hanya saja, Rudiantara menyebutkan, selama frekuensi tersebut ada di pemerintah maka operator tidak perlu bayar BHP. Sehingga lebih meringankan beban operator. (Icha)