Telko.id – Telkom melakukan pemblokiran situs video streaming Netflix. Menurut Telkom, Netflix tidak memenuhi regulasi yang ada di Indonesia karena tidak memiliki iin atau tidak sesuai aturan di Indonesia. Selain itu, banyak memuat konten yang tidak diperbolehkan di Indonesia. Terutama yang bersifat kekerasan dan pornografi.
“Pemblokiran ini untuk melindungi pelanggan dari content-content yang tidak pantas,” ujar Arif Prabowo Vice President Corporate Communication Telkom.
Aturan yang dimaksud antara lain Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman khususnya Pasal 57,, disebutkan bahwa “Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib memperoleh surat tanda lulus sensor”.
Di samping itu langkah yang dilakukan Telkom ini mengacu kepada Undang-UndangNo. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 21, yang menyatakan bahwa Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan atau ketertiban umum.
Langkah ini juga merupakan dukungan Telkom selaku BUMN kepada Pemerintah selaku regulator agar Netflix segera melakukan pembicaraan dengan Regulator ataupun operator untuk memberikan kepastian layanannya kepada masyarakat Indonesia
“Langkah yang kami ambil dilatarbelakangi untuk melakukan perlindungan dan kepastian layanan kepada masyarakat Indonesia, sekaligus menegakan kedaulatan Indonesia dari pemain asing,” tegas Arif Prabowo.
Dengan ramainya perbincangan tentang Netflix ini, Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika berkicau di Twitter. Dalam kicauannya, Chief RA, begitu sering dipanggil, kasus Netflix ini membuka diskusi tentang bisnis Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) asing yang buka layanan di Indonesia dan perusahaan ini memenuhi katagori sebagai PSE yang artinya harus mengikuti kebijakan yang ada di Indonesia.
Salah satu kebijakan yang paling pokok diikuti oleh PSE adalah keharusan membuat Bentuk Usaha Tetap atau BUT. Dengan BUT maka perusahaan tersebut akan memenuhi unsur legalitas, hak atau kewajiban secara hukum, regulasi fiscal, kepastian perlindungan konsumen dan lainnya.
Selain pendekatan bisnis dan legal, kehadiran PSE juga harus dilihat dari aspek kontennya. Di mana, dinamika perkembangan teknologi yang sangat kencang menjadi tantangan utama terhadap kebijakan manajemen konten. Check and Balance pun harus diterapkan bergantung pada karakteristik.
Rudiantara pun menyebutkan dalam twit nya bahwa untuk konten yang bersifat siaran atau hiburan, misalnya, ada pedomanPerilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dari KPI. Untuk yang berkaitan dengan pornografi sudah ada UU Pornografi dan UU Perlindungan Anak. Untuk radikalisme, bisa digunakan UU Terorisme. Sedangakn untuk film, ada LSF. Hanya saja, seperti dalam kasus Netflix, mekanisme sensor ini belum bisa mewadahi kecepatan perkembangan teknologi.
Menkominfo pun sudah berkoordinasi dengan Mendikbud, Anies Baswedan dan sepakat untuk memberdayakan lembaga yang ada di Kemdikbud dalam membuat koridor sensor yang mekanismennya sesuai perkembangan teknologi. Jika pun nanti muncul Netflix-Netflix lain yang akan memasuki pasar Indonesia, harus disikapi secara seragam dengan regulasi yang memberi Level Playing Field. (Icha)