Telko.id – Konsolidasi operator baru langkah awal, namun investasi harus terus berlanjut. Bukan hanya untuk bangun infrastruktur yang lebih efisien, tetapi juga harus melakukan investasi yang inovasi. Misalnya dengan mengakuisisi perusahaan yang akan melengkapi ekosistem digitalnya.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Sarwoto Atmostarno, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) pada Jumat (22/10/2021) dalam sebuah diskusi terbatas.
Jika tidak maka konsolidasi operator atau merger dan akusisi (M&A) ini hanya akan membuat operator itu bertahan hidup saja atau survive operator. “Tidak akan menjadi sustainable operator,” ujar Sarwoto.
Apalagi, saat ini Industri telekomunikasi di Indoesia bahkan di seluruh dunia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Pasalnya ada tren pendorong negative. “Jadi perusahaan kolaborasi operator ini harus terus menerus meningkatkan CAPEX karena kebutuhan bandwith dari waktu ke waktu terus meningkat,” ungkapnya.
“Dapat dikatakan sekarang jumlah pelanggan telekomunikasi sudah di titik jenuh tapi bertipe konsumen bandwidth hunger. Sedangkan harga layanan data di Indonesia merupakan yang terendah setelah India. Harga layanan terus turun, otomatis berpengaruh pada pendapatan yang menurun. Sedangkan, biaya investasi tinggi dan teknologinya memiliki durasi tertentu dengan kebutuhan pergantian platform,” jelas mantan Direktur Utama Telkomsel itu.
Terlebih, saat ini pergeseran nilai telekomunikasi dimana rantai nilai tidak lagi dikuasai oleh operator, tapi beralih ke device dan aplikasi. Bisa dikatakan era kejayaan operator sudah berakhir dan pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi semakin jauh melesat.
Sarwoto menambahkan kondisi ini sudah diramalkan sejak 2013 dimana pendapatan konten akan lebih besar dari infrastruktur. Padahal tanpa operator telekomunikasi semua industri teknologi itu tidak berdaya.
Untuk itu industri telekomunikasi membutuhkan langkah-langkah inovasi, salah satunya dengan melakukan konsolidasi operator atau merger, seperti yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini. Dengan merger terjadi sinergi sehingga bisa melakukan efisiensi dan menekan biaya. Sebab, operator yang tidak bisa mencapai target EBITDA 6—8% pertahun selama 4—6 tahun berturut akan mati dengan sendirinya.
Tapi tidak bisa berhenti disitu saja. Kolaborasi operator itu juga harus memiliki strategi untuk membesar area permainannya. Bukan sekedar di infrastruktur saja. (Icha)