Telko.id – Sejak jumat (03/05) siang, beredar santer bahwa CEO Indosar Ooredoo, Chris Kanter mundur dari jabatannya. Belum ada pernyataan resminya sampai hari ini (06/05).
Dalam pernyataan resminya tersebut, Indosat Ooredoo menyebutkan bahwa perusahaan telekomunikasi ini, resmi menunjuk Ahmad Abdulaziz Al Neama sebagai Chief Executive Officer (CEO) Indosat Ooredoo pada tanggal 3 Mei 2019, menggantikan Bapak Chris Kanter, setelah melengkapi proses formalitas yang diperlukan.
“Atas nama Dewan Komisaris Indosat Ooredoo, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Chris Kanter yang telah menyelesaikan masa transisi kepemimpinan, dimana beliau telah berhasil memulai program transformasi digital perusahaan,” demikian disampaikan Komisaris Utama Indosat Ooredoo, Waleed Mohamed Ebrahim Al-Sayed.
Bapak Ahmad Al Neama, yang telah bekerja di Ooredoo selama 15 tahun, sebelumnya menjabat sebagai Anggota Dewan Komisaris Indosat Ooredoo dan saat ini menjabat sebagai Anggota Dewan Direksi Ooredoo Myanmar. Terakhir, beliau menjabat sebagai Chief Technology & Information Officer di Ooredoo Group sejak 2017.
Padahal, sebelumnya Chris Kanter ini sangat optimis bahwa dia mengenal betul investor nya sehingga ketika ditunjuk menjadi CEO pun, pria ini yakin bahwa permintaannya akan ‘dikabulkan’. Apa permintaannya?
Chris meminta Capital Expenditur (CAPEX) senilai USD 2 miliar atau Rp 30 T untuk 3 tahun ke depan. Dana sebesar itu dibagi per tahun Rp 10 Triliun. Dari budget Rp 10 T tersebut, 80 persen lebih digunakan untuk perluasan jaringan.
“Kita targetkan, tahun 2019 kita tambah 4.300 BTS. Di tahun 2020 nanti, sekitar 5.000 sampai 6.000. Sejauh ini, kemampuan kita menambah site 1.100 per minggu,” begitu dia mengungkapkan ketika awal tahun ini.
Sayang, optimisme Chris Kanter dapat membangun jayaan Indosat Ooreodoo pun ‘punah’ dengan kemundurannya dari jabatan CEO.
Lalu, seperti apa ‘pekerjaan rumah’ CEO baru Indosat?
Yang pasti, CEO ini harus bisa membangun jaringan Indosat sebaik mungkin akan kembali kepercayaan masyarakat terhadap layanannya. Jika tidak, maka perusahaan telekomunikasi yang banyak jasanya untuk Indonesia ini akan menjadi ‘punah’. Bukan itu kan yang diinginkan? (Icha)