Telko.id – CEO dan Presiden Direktur Indosat Ooredoo, Chris Kanter optimis, jika ada aturan yang jelas, maka ada kemungkinan perusahaannya akan mengakusisi operator lain juga terbuka. Yang menurutnya, bukan hanya Indosat, semua operator juga menunggu hal tersebut.
“Industri telekomunikasi saat ini menanti kejelasan aturan kepemilikan spektrum jika kelak ada kesepakatan merger akuisisi antar dua perusahaan seluler,” ujar Chrsi Kanter pada media, beberapa waktu lalu di Yogayakarta.
Apakah frekuensi itu bisa dibawa ketika merger atau tidak? Pasalnya, ketika dulu XL mengakuisisi Axis, frekuensi nya harus dikembalikan. Padahal, frekuensi itu merupakan asset yang sangat berharga bagi sebuah perusahaan itu tidak masuk dalam variable yang diperhitungkan dalam proses akuisisi. Itu sebabnya, masalah frekuensi ini juga ‘harus’ terang benderang, supaya operator yang ingin melakukan akuisisi atau merger ini juga bisa lebih clear saat melakukan pra akuisisi.
Pemerintah mendorong merger akusisi operator telekomunikasi demi menciptakan bisnis seluler yang kondusif, tapi tidak didukung dengan aturan yang jelas.
Bagi Indosat, merger akusisi ini sangat kompleks. Mulai dari kepemilikan spektrum hingga perizinan aset perusahaan, seperti salah satunya izin operasional satelit.
“Saat ini aturannya ngga jelas, apakah spektrum akan masuk sebagai bagian dari kesepakatan bisnis atau engga. Belum soal ijin lainnya apakah masuk dalam kesepakatan bisnis juga?,” imbuhnya.
Chris coba membandingkan dengan industry lain. Misalnya, di industri perbankan. Ada Bank BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) 4 ada lima di sini (Indonesia), semua bikin untung, nggak ada yang banting-bantingan interest, kemudian ada bank BUKU 3, ada 15 di sini, mereka pun bikin untung karena segmentasinya jelas, (walau) nggak ada yang ngatur,” jelasnya.
Namun, Chris menilai bahwa untuk di Industri telekomunikasi tidak bisa di berlakukan tarif batas bawah seperti di industri penerbangan. Kalau di industri penerbangan dimungkinkan, itu menurutnya karena alasan keamanan dan keselamatan. “Kalau di industri beginian (telekomunikasi), siapa yang berani matok minimum pulsa dijual segini,” ujarnya.
Sebenarnya, jika aturannya jelas, Indosat akan cepat bereaksi. Pasalnya, Chris mengaku sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa pihak tentang merger akuisisi ini sejak tahun lalu. Sayang, mantan komisari Indosat ini tidak mau mengungkapkan, siapa yang diajak bicara. Hanya saja, santer dibicarakan Indosat Ooredoo bakal melakukan merger akuisisi dengan operator XL Axiata.
Bahkan, menurut Chris juga sudah dibicarakan oleh para investor pada 2018 lalu. Dan, kalau merger akusisi ini benar terjadi maka Chris yakin bahwa Indosat akan imbang dengan Telkomsel.
“Sebenernya paling enak saya nyaplok (mengakusisi-red) perusahaan lain, kalau nyaplok kita akan imbang dengan Telkomsel. Kalau levelling, nggak bunuh-bunuhan nanti,” kata Chris.
Jadi, sesama operator seluler bisa seimbang atau levelling, yang akan membuat iklim usaha pun sehat, antar-operator seluler. “Tidak akan terjadi “bunuh-bunuhan”, seperti perang harga atau menjual pulsa dengan harga semurah-murahnya demi akuisisi pelanggan,” ujar Chris menjelaskan.
Sebagai informasi, Telkomsel saat ini masih menjadi pemimpin di industri telekomunikasi dengan pangsa pasar sebesar 50 persen, sementara Indosat 35 persen dan XL Axiata 15 persen.
Diketahui konsolidasi antar operator seluler di Indonesia memang telah digaungkan sejak beberapa tahun lalu. Termasuk juga Kemenkominfo. Tujuannya agar perusahaan telekomunikasi di Indonesia menjadi semakin kuat dan sehat.
Rudiantara pun telah beberapa kali berbicara soal konsolidasi antaroperator seluler di Indonesia. Terakhir, dirinya kembali melontarkan pernyataan soal konsolidasi operator seluler, pada November 2018 lalu.
Menurut dia merger sangat penting kalau perusahaan telekomunikasi ingin menjadi lebih kuat.
“Konsolidasi perusahaan telekomunikasi atau operator tak melulu soal kebijakan. Namun memang aturannya itu (konsolidasi) belum ada. Kami sedang menyiapkan. Kami juga tidak ingin kebijakan konsolidasi dibuat, tetapi malah tidak ada konsolidasi,” terang Rudiantara, kala itu. (Icha)