Telko.id – Ajang Indonesia FTTH Association Summit yang diprakarsai oleh MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia) dan IFA selaku asosiasi FTTH Indonesia, serta dukungan dari Menkominfo dan Huawei Indonesia digadang-gadang dapat memberikan batu loncatan terhadap perkembangan fixed broadband di Indonesia.
Seperti diketahui, bila dibandingkan dengan mobile broadband, perkembangan fixed broadband di Indonesia memang sangat jauh ketinggalan. Hal ini dikarenakan penerapan FTTH (Fiber To The Home) di Indonesia memerlukan biaya yang cukup mahal.
Untuk Mobile sendiri, tahun lalu Indonesia telah memiliki jaringan 4G LTE yang tentunya menjadikan pengguna mobile di Indonesia bisa menikmati kecepatan internet dengan bandwith yang lumayan. Berkaca dari laporan Opensignal beberapa waktu lalu, setidaknya di Indonesia bagian Barat, kecepatan internet rata-rata mencapai 7Mbps, namun angka tersebut cukup timplang dengan wilayah Indonesia tengah ataupun timur yang hanya dapat menikmati internet dengan kecepatan 300Kbps.
Mengatasi hal ini, Rudiantara selaku Menkominfo mengharapkan fixed broadband sebagai true broadband untuk memberikan internet yang lebih cepat, stabil hingga ke pelosok negeri.
“Orang-orang di Jakarta menikmati troughput internet sebesar 7 Mbps, berdasarkan opensignal. Sementara di Indonesia Timur seperti Ambon, kecepatan internet di wilayah tereebut hanya sekitar 300 kbps. Dengan adanya proyek palapa ring, kami berharap agar keceoatan internet rata2 di Indonesia mencapai 10 Mbps,” ujarnya pada saat keynote speech di ajang Indonesia FTTH Association Summit, di Jakarta (27/4).
Kegiatan Summit ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia, dengan mempersatukan semua pemangku kepentingan yang hadir, semoga percepatan pita lebar Indonesia menjadi segera terlaksana dan hasil nyatanya dapat segera di nikmati oleh semua kalangan.
Ajang ini juga merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk perkembangan fixed broadband tadi. Pasalnya akan ada beberapa program kerja yang dilakukan guna memberikan pelayanan internet fiber di rumah-rumah dan kantor di Indonesia.
“Kedepannya, kita akan buat tiga kelompok kerja, pertama membahas regulasi, kedua standar teknologi, dan ketiga adalah bisnis model dari teknologi ini,” Ujar ketua IFA, Suwanto Gunawan.
Krstiono, selaku ketua MASTEl menyebutkan, nantinya mereka akan bekerjasama dengan para operator dan juga pihak dinas terkait dalam pengimplementasian FTTH ini. Ia juga mencontohkan Surabaya, yang mana telah sukses dalam penanaman serat fiber yang tidak menganggu keseimbangan jalan karena meletakan serat fiber tersebut pada dinding bawah gorong-gorong, bukannya menanamkan langsung seperti yang kerap terjadi di Jakarta.
“Solusinya adalah infrastruktur sharing dan open akses yg bebas digunakan oleh semua pemain operator. Hal ini juga sejatinya dapat menguntungkan konsumen yang sering merasa di monopoli oleh satu operator saja,” ucap Kristiono.
Kristiono juga menuturkan, alasan dari lambatnya perkembangan fixed broadband di Indonesia, yang setidaknya terdapat dua masalah besar. “Fixed broadband ketinggalan jauh dari mobile, persoalan ada dua yaitu right of way, dan investasi yang lebih mahal ketimbang wireless broadband,” tuturnya.
Semoga saja, FTTH Summit ini dapat menstimulus perkembangan dari Fixed Broadband di Indonesia, serta banyak provider internet yang juga bermain disana, sehingga pengguna akhir dapat memiliki pilihan yang banyak dan sesuai dengan mereka dari segi harga, kualitas dan juga layanan secara keseluruhan.