Telko.id – Angka-angka terbaru dari IDC mengungkap fakta mengejutkan: pasar PC global justru tumbuh 4,9% di kuartal pertama 2025 dengan 63,2 juta unit terjual.
Tapi di balik optimisme ini, badai besar tengah mengancam—kebijakan tarif baru AS yang mencapai 104% untuk komponen China telah memaksa raksasa seperti Lenovo, HP, dan Dell menghentikan pengiriman notebook ke AS selama dua minggu. Apa artinya bagi konsumen dan industri teknologi?
Lonjakan penjualan ini bukanlah cerita tentang kebangkitan pasar, melainkan aksi defensif produsen.
Mereka terburu-buru mengimpor komponen dari China sebelum tembok tarif benar-benar berdiri.
Baca juga : Apple Kirim Pesawat Kargo Penuh iPhone ke AS untuk Hindari Tarif Baru
Sekarang, ketika kebijakan itu resmi berlaku, seluruh rantai pasok terancam kacau—dan Anda mungkin akan membayar lebih untuk laptop berikutnya.
Dalam lanskap yang berubah cepat ini, siapa pemenang sesungguhnya di Q1?
Bagaimana perusahaan teknologi bersiap menghadapi gelombang disruptif berikutnya? Mari selami data dan implikasinya.
Peta Persaingan: Lenovo dan Apple Kuasai Pasar
Lenovo memimpin dengan margin lebar: 15,2 juta unit terjual (naik 10,8%), menguasai 24,1% pasar. Kenaikan ini menunjukkan strategi agresif mereka dalam mengamankan stok komponen sebelum tarif berlaku.
Sementara itu, Apple mencatat pertumbuhan paling spektakuler—14,1% berkat Mac berbasis AI yang laris manis.
- HP: 12,8 juta unit (+3,2%)
- Dell: 9,6 juta unit (+2,4%)
- Acer & ASUS: Pertumbuhan moderat, tapi kini menghadapi ketidakpastian terbesar
Fakta menarik: Kenaikan Apple justru terjadi di tengah harga premium mereka.
Ini mengindikasikan bahwa konsumen high-end lebih tahan terhadap gejolak pasar—pelajaran berharga bagi produsen lain.
Tarif 104%: Bom Waktu untuk Industri PC
Analis IDC Ryan Reith memperingatkan tiga skenario suram yang akan terjadi:
- Relokasi Pabrik: Perusahaan mungkin pindah produksi dari China ke Vietnam atau Meksiko—proses mahal dan memakan waktu 12-18 bulan.
- Memakan Margin: Menyerap kenaikan biaya dan mempertaruhkan profitabilitas jangka panjang.
- Menumpahkan ke Konsumen: Harga PC melambung, berpotensi memicu penurunan penjualan 15-20% menurut proyeksi pesimis.
“PC menengah Rp10-15 juta akan paling terdampak,” jelas Jean Philippe Bouchard dari IDC.
“Ketika harga naik 20-30%, konsumen mungkin menunda pembelian atau beralih ke model bekas.”
Windows 10 dan AI: Sinar Penyelamat yang Tertutup Awan
Sebelum krisis tarif, industri sempat bersemangat dengan dua pendorong pertumbuhan:
- Upgrade Windows 10: Dukungan Microsoft akan berakhir Oktober 2025, memicu siklus pembaruan perangkat.
- Laptop AI: Permintaan untuk PC dengan NPU (Neural Processing Unit) meningkat 300% sejak Q4 2024.
Sayangnya, momentum ini kini terancam. “Kami memperkirakan penundaan proyek IT korporat dan penjualan ritel sepanjang Q2-Q4,” tambah Reith. “Inflasi komponen bisa mencapai level tertinggi sejak krisis chip 2021.”
Lalu, apa yang bisa dilakukan konsumen? Jika Anda membutuhkan PC segera, pertimbangkan membeli sebelum kenaikan harga berlaku penuh—tapi siapkan anggaran ekstra.
Jika bisa menunggu, pantau perkembangan relokasi pabrik ke negara-negara non-China yang mungkin menawarkan harga lebih stabil di masa depan.
Satu hal pasti: era stabilitas harga PC telah berakhir. Yang tersisa sekarang adalah ketidakpastian—dan keputusan sulit baik bagi produsen maupun konsumen seperti Anda. (Icha)