Telko.id – Facebook akhirnya membuka jumlah data pribadi penggunanya yang dicuri oleh firma Cambridge Analytica. Sebelumnya, beredar bahwa jumlah data yang dicuri mencapai 50 juta, ternyata lebih besar lagi. Mencapai 87 juta.
Walaupun Mark Zuckerberg, CEO Facebook menyatakan dalam Facebook Newsroom, bahwa “Kami tidak mengeluarkan angka 50 juta. Itu berasal dari pihak lain. Saya cukup yakin bahwa berdasarkan analisis kami, jumlahnya tidak lebih dari 87 juta”.
Sebagai informasi, Cambridge Analytica merupakan konsultan politik yang digunakan Donald Trump dalam kampanye pemenangan pilpres Amerika Serikat pada 2016.
Angka yang cukup besar tentu mengejutkan banyak orang. Dan, ternyata ada 1 juta data pribadi masyarakat Indonesia juga yang turut dicuri oleh Cambridge Analytica tersebut. Itu sebabnya, Menteri Kominfo, Rudiantara langsung mengundang dan bertemu dengan Facebook yang dalam hal ini dihadiri oleh Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari untuk membahas penyalahgunaan data Facebook pengguna Indonesia tersebut.
Usai pertemuan, Menkominfo menyatakan bahwa seluruh platform media sosial dan juga Facebook wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia berkenaan perlindungan data pribadi yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, yakni Peraturan MenKominfo no 20 tahun 2016.
Pelanggaran perlindungan data pribadi tersebut ada sanksinya yaitu sanksi administrasi, sanksi hukuman badan maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal 12 milyar rupiah. Sanksi administrasi pertama dengan teguran lisan telah disampaikan. Sedangkan teguran secara tertulis segera dikeluarkan hari ini juga.
“Kita harus bergerak cepat. Fitur apa yang memang tidak diperbolehkan. Itu harus ditutup,” kata Rudiantara.
“Saya juga sudah koordinasi ke Kapolri untuk menganalisis kemungkinan adanya tindak pidana dalam kasus penyalahgunaan data Facebook pengguna Indonesia. Karena kalau di dunia maya, penindakannya adalah Kominfo, tapi kalau di dunia nyata itu wewenangnya penegak hukum yakni kepolisian,” ujar Rudiantara.
Jadi Facebook akan terkena sanksi administrasi yang akan dikeluarkan oleh Kominfo dan sanksi pidana, bisa sampai terkena hukuman 12 tahun dan denda sampai 12 miliar.
Pada kesempatan yang sama, Rudiantara juga meminta kepada Facebook untuk menghentikan/mematikan aplikasi kuis dan sejenisnya yang memungkinkan pihak ketiga mendapatkan data pribadi pengguna Facebook. Pasalnya, masyarakat Indonesia yang banyak dicuri data pribadinya adalah yang suka kuis.
Itu sebabnya, Menteri Kominfo menyarankan untuk mencoba puasa dari media sosial untuk sementara waktu tidak mengikuti kuis atau aplikasi serupa dan melihat media sosial lebih ke sisi positif misalnya untuk peningkatan kegiatan ekonomi.
Kominfo juga meminta Facebook melakukan shutdown aplikasi-aplikasi yang bekerjasama dengan pihak ketiga, terutama yang berbentuk kuis-kuis yang bekerjasama dengan Cambridge Analytical untuk tidak digunakan di Indonesia. Selain itu juga meminta rencana audit yang dilakukan oleh Facebook terhadap aplikasi yang bekerjasama dengan pihak tiga dan diberikan hasilnya.
Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari yang hadir bersama Menteri Kominfo saat memberikan keterangan pers menyatakan siap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan akan menyerahkan hasil audit secara menyeluruh kepada pemerintah.
“Kami terus melakukan koordinasi dengan Facebook internasional atau pusat. Tapi kapan akan melakukan auditnya? Kami belum bisa menyampaikan karena yang melakukan adalah Facebook pusat,” kata Ruben.
Pada hari yang sama setelah keterangan pers, Kementerian Kominfo melalui Direktur Jenderal Aplikasi Informatika telah menyerahkan surat berisi teguran tertulis kepada Facebook.
Pemerintah, dalam hal ini Kominfo pun tidak akan segan memblokir Facebook jika memang nanti diperlukan. Tentunya mekanisme ini harus melalui prosedur dan aturan yang berlaku di Indonesia.
Saat ini, menurut Rudiantara ada Sembilan platform media social dan messenger, ada tiga yang kurang kooperatif. “Kami punya statistiknya. Jadi, kami tidak hanya menyebut nakal, tapi ada datanya. Kami ada data berapa persen dari permintaan pemerintah tentang suspend atau takedown account”. Sayang, tidak disebutkan siapa saja. (Icha)