Telko.id – Qualcomm telah menandatangani kesepakatan lisensi dengan Vivo Communication Technology yang akan memungkinkan pembuat smartphone terbesar ketiga di China ini menggunakan teknologi Qualcomm di smartphone 3G dan 4G mereka.
Kesepakatan itu datang seminggu setelah Qualcomm menjalin kesepakatan serupa dengan OPPO, yang juga dimiliki oleh Guangdong produsen elektronik konsumen yang berbasis di China.
Menurut ketentuan perjanjian, Qualcomm telah memberikan Vivo lisensi paten royalti bantalan untuk mengembangkan, memproduksi dan menjual perangkat 3G W-CDMA dan CDMA2000 dan 4G LTE (termasuk “3-mode” GSM, TD-SCDMA dan LTE-TDD) lengkap untuk digunakan di Cina.
Dilansir TelecomAsia (10/8), yang harus dibayar oleh Vivo adalah royalti sesuai dengan ketentuan rencana perbaikan yang disampaikan oleh Qualcomm untuk National Development and Reform Commission China (NDRC) pada tahun 2015.
Sementara itu, Wakil Presiden Vivo Shi Yujian mengatakan perjanjian lisensi akan memungkinkan Vivo untuk memiliki akses ke teknologi terbaru dari Qualcomm dan akan memungkinkan perusahaan untuk terus menciptakan perangkat inovatif berkualitas tinggi dan untuk pelanggan.
Sekadar informasi, Vivo merupakan perusahaan teknologi yang didirikan pada tahun 2009 di Guangdong sebagai sub-brand dari BBK Electronics.
Pada tahun 2012 Vivo merilis X1, smartphone yang diklaim sebagai tertipis di dunia pada saat itu, X1 merupakan ponsel Vivo pertama yang menggunakan chip Hi-Fi, dikembangkan oleh Cirrus Logic sebuah perusahaan semikonduktor yang berbasis di AS.
Menurut penelitian terbaru dari Strategy Analytics, pengiriman smartphone China naik 4% per tahun yakni sebesar 109 juta unit di Q2 2016.
Huawei memegang posisi pertama dan berhasil mendapatkan 18% pangsa pasar smartphone di China, diikuti oleh OPPO yang tumbuh cepat di tempat kedua. Vivo sendiri menyusul hingga posisi ketiga untuk pertama kalinya dengan 12% pangsa pasar smartphone di China selama Q2 2016.
“Keberhasilan Vivo terletak pada desain hardware yang baik, kualitas produk yang kuat, penetrasi pengecer yang kuat, dan meningkatnya kesadaran merek di kalangan konsumen pasar secara massal,” kata perusahaan riset.