Telko.id – PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menyatakan total penerbitan obligasi PUB TBIG II Tahap I Tahun 2016 sebesar Rp230 miliar.
Jika berkaca berdasarkan prospektus TBIG yang diterbitkan pada 1 Juni 2016, pada tahap pertama perusahaan Tower ini akan menerbitkan obligasi maksimal Rp600 miliar. Sekadar informasi, Penerbitan ini merupakan bagian dari PUB II dengan total target dana Rp5 triliun.
Lebih lanjut, tingkat kupon surat utang ini sekitar 9,25 persen untuk tenor lima tahun dan kupon dibayarkan setiap tiga bulan. Nantinya, penggunaan dana dari penawaran ini akan digunakan untuk pembayaran sebagian kewajiban finansial dari entitas anak perseroan, khususnya fasilitas B dari Credit Facilities yang ada.
Seperti diketahui, Obligasi TBIG Tahap I telah memeroleh pemeringkatan dari Fitch Indonesia, yakni ‘AA-‘. Obligasi ini juga akan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan TBIG telah mempercayakan tiga perusahaan sekuritas sebagai pelaksana emisi obligasi, yakni PT CIMB Securities Indonesia, PT DBS Vickers Securities Indonesia dan PT Indo Premier Securities Indonesia.
”Penawaran obligasi rupiah 5 tahun ini mendiversifikasi sumber pendanaan kami dan juga memperpanjang jadwal pembayaran utang kami. Kami berharap dapat terus menerbitkan obligasi rupiah untuk keperluan sebagian pendanaan di masa yang akan datang,” kata CEO TBIG, Hardi Wijaya Liong, seperti dilansir dari Okezone (29/6).
TBIG sendiri tahun ini akan menambah penyewa hingga 2.000 tenant dengan maksud untuk menambah akuisisi menara BTS untuk memenuhi kebutuhan.
“Kami sudah punya dana Rp1,5-2 triliun. Anggaran ini bisa digunakan untuk membangun menara baru, pemeliharaan menara, atau membayar sebagian utang, tergantung dari kondisi sepanjang tahun ini,”ucap Direktur Keuangan Tower Bersama, Helmy Yusman Santoso beberapa waktu lalu.
Disebutkan, sumber dana ekspansi tersebut berasal dari EBITDA perseroan atau di luar pendanaan eksternal. Selain itu, anggaran tersebut juga tidak termasuk pendanaan akuisisi menara. Kata Helmy, saat ini perseroan belum menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) secara spesifik. Sebab, bisnis menara tidak selalu tergantung dari berapa banyak menara baru yang dibangun. Perseroan lebih fokus menambah jumlah tenant baru.
Dalam satu menara, lanjut dia, rata-rata terdiri atas enam tenant, tergantung dari lokasi menara. Sementara itu, menara baru akan dibangun ketika perseroan ingin memperluas wilayah ekspansi. Pembangunan satu menara membutuhkan dana sekitar Rp1-Rp1,5 miliar. “Kami mengincar tenant-tenant baru pada wilayah operasi di seluruh Indonesia, termasuk di kawasan timur Indonesia, seperti Ambon, Maluku, dan Papua,” jelas Helmy.
Dia menambahkan, sampai akhir tahun lalu, perseroan telah memiliki hampir 20 ribu tenant. Dengan demikian, jika perseroan mengincar 1.000-2.000 tenant baru, pertumbuhan yang diincar sepanjang 2016 sekitar 5-10 persen.
Pertumbuhan tenant baru akan dipicu oleh aksi emiten telekomunikasi yang menambah jumlah base transcevier station (BTS), setelah rampungnya penataan ulang (refarming) sejumlah frekuensi sejak akhir tahun lalu. “Pemerintah sudah menyelesaikan refarming frekuensi, ini membuat operator lebih pasti dalam menghitung BTS yang akan dibangun, dan tentu ini berdampak kepada bisnis menara,” jelas dia.