Telko.id – China lagi-lagi menggemparkan dunia teknologi dengan meluncurkan kecerdasan buatan (AI) barunya yaitu SpikingBrain-1.0. AI ini di kembangkan oleh Institute of Automation, Chinese Academy of Sciences (CAS) dan diklaim mampu bekerja dengan cara yang dapat meniru otak manusia.
Dikutip dari China Daily, SpikingBrain-1.0 hanya membutuhkan daya komputasi yang sangat rendah untuk memproses data. Artinya, AI ini jauh lebih hemat energi dibandingkan dengan model popular berbasis Transformer seperti ChatGPT. Hal tersebutlah yang menjadi senjata utamanya.
AI ini memiliki cara kerja yang dirancang menggunakan spiking neural network (SNN), yaitu sistem jaringan saraf buatan yang bekerja dengan sinyal yang menyerupai neuron otak manusia. Dengan pendekatan jenis ini, pemrosesan informasi menjadi lebih efisien dan lebih cepat.
Ketika diuji untuk mengolah data dalam jumlah besar (hingga 1 juta token), SpikingBrain-1.0 mampu memproses informasi 26,5 kali lebih cepat dibandingkan dengan model berbasis Transformer. Bahkan dalam satu pengujian, model ini hanya menggunakan sekitar dua persen dari jumlah data yang biasanya dibutuhkan oleh AI populer.
Hal menarik lainnya adalah, SpikingBrain-1.0 menggunakan GPU lokal buatan China sendiri, GPU MetaX C550. Model ini pun sudah dirilis secara gratis dan lengkap dengan laporan teknis berbahasa ganda, memperlihatkan ambisi China dalam membangun ekosistem AI mandiri tanpa ketergantungan pada teknologi dari luar.
Baca juga:
- China Kembangkan Chip 6G, Kecepatan 100 Kali Lebih Cepat dari 5G
- Snowflake Soroti Peluang dan Tantangan AI di Indonesia
Berkat efisiensinya ini, SpikingBrain-1.0 dinilai sangat ideal untuk menganalisis dokumen panjang dan kompleks, seperti penggunaannya dibidang hukum, riset medis, fisika energi tinggi, hingga pengurutan DNA.
Menurut Xu Bi, Direktur Institute of Automation CAS, SpikingBrain-1.0 dapat membuka arah baru bagi industri AI di China. Inovasi ini melanjutkan jejak keberhasilan mereka yang sebelumnya, seperti pengembangan chip neuromorfik Speck yang hanya membutuhkan daya 0,42 miliwatt, jauh lebih hemat dibandingkan otak manusia yang rata-rata menggunakan hingga 20 watt.
Dengan teknologi henat daya seperti ini, China diprediksi akan semakin agresif membangun generasi AI yang meniru cara kerja otak manusia namun dengan energi yang jauh lebih rendah.