Telko.id – Go-Viet, aplikasi on demand yang menawarkan berbagai layanan yang didukung oleh GO-JEK baru saja diluncurkan secara resmi di Vietnam. Acara ini dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia – Joko Widodo dan Menteri Transportasi Vietnam – Nguyen Van The. Termasuk juga Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara.
Bagi pemerintah, aksi strategis yang dilakukan Go-Jek ini membanggakan, karena dianggap sebagai pembuktian kepada dunia bahwa Bangsa Indonesia memiliki kesempatan untuk berkompetisi dengan negara maju sekalipun.
“Cakrawala pandang terhadap pasar jadi lebih luas terbentang. Go-jek mampu melihat peluang tersebut sekaligus mampu mengeksekusinya. Semoga langkah Go-jek menjadi pelecut dan inspirasi bagi teknopreneur di Indonesia, bahwa mereka juga akan mampu jika jeli dan berusaha keras,” ungkap Rudiantara mengomentari peluncuran Go-Viet di Vietnam ini.
Apalagi, respon dari masuk nya Go-Viet ke Vietnam ini sangat tinggi. “Dalam waktu hanya 6 minggu, aplikasi GO-VIET sudah diunduh lebih dari 1.5 juta kali, meski layanan kami belum resmi diluncurkan dan beroperasi secara penuh. Kami percaya dengan kehadiran di Hanoi, kami bisa mencatatkan jumlah perjalanan yang lebih banyak karena akan ada lebih banyak masyarakat yang bisa memanfaatkan layanan kami yang baik,” kata Duc Nguyen, CEO dan Co-Founder GO-VIET, dalam sambutannya di acara peluncuran GO-VIET.
Yang dibawa Go-Jek bukan saja layanan dasar, tetapi juga layanan transportasi roda empat – GO-CAR, layanan pesan-antar makanan – GO-FOOD, dan layanan uang elektronik GO-PAY.
Namun, langkah Go-Jek ini dikritisi oleh Satya Widya Yudha, Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI. Menurutnya jangan bangga dulu menjadi go global kalau pasar domestik saja belum dikuasai.
GoJek dikatakan Satya harusnya meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri terlebih dahulu seperti yang dilakukan negara China.
“Pasar dalam negeri masih luas. Pemain didorong untuk menjadi penguasa dalam negeri. Baru kuasai pasar luar negeri. Belajar dari China yang punya keunggulan komparatif dan kompetitif dengan teknologi yang dimiliki,” kata Satya di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Ekspansi ke Vietnam dikhawatirkan Satya yang akan menikmati nanti justru mereka (negara Vietnam) terutama dari sisi value chain.
“Jangan sampai Indonesia hanya jadi extended market dari para investor asing. Saya berharap startup unicorn Indonesia benar-benar bisa menjadikan negara ini sebagai pangsa pasarnya,” ungkap Satya di Gedung DPR RI, Jakarta (12/9/2018).
Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Eva Kusuma Sundari menilai, kehadiran Unicorn ini membantu pemerintah yang sedang berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inovasi di Tanah Air.
Namun, para unicorn ini seharusnya mampu lebih memahami peran mereka dalam pergerakan ekonomi Indonesia, terutama di saat rupiah tengah melemah.
“Indonesia perlu tingkatkan index kompetisi agar para unicorn tetap stay menggarap pasar dalam negeri, karena potensi kita sangat besar,” ujarnya.
Sebagai informasi, GoJek saat ini menghabiskan USD500 juta sebagai biaya ekspansi ke tiga negara di Asia Tenggara, yakni Vietnam, Thailand, Singapura dan Filipina dan hal ini dapat berdampak buruk bagi rupiah di tengah masa sulit.
Menurut Eva, ambisi GoJek untuk menaklukkan pasar luar negeri seperti Vietnam di tengah masa sulit bagi rupiah ini berbanding terbalik dengan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang.
Apalagi, ketika krisis finansial Asia pada tahun 1997 lalu, aliran modal keluar negeri merupakan salah satu pemicu terjadinya krisis. Di tengah periode sulit ini, menanamkan modal di luar negeri, terasa sebagai tindakan yang kurang bernilai patriotis. (Icha)