Telko.id – Ponsel BM atau black market yang hadir di Indonesia secara ilegal sudah lama beredar. Mungkin dari awal ponsel masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000. Isue ini tidak pernah hilang, terus muncul. Sampai saat ini. Keberadaanya masih tetap ada. Padahal, sudah berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menutup ‘jalur’ masuknya. Jadi, bak duri dalam daging di Industri telekomunikasi.
Jika dulu beredar di pusat-pusat penjualan ponsel atau retail, kini di e-commerce banyak ditemukan ponsel BM. Seolah – olah ponsel BM bebas diperjualbelikan tanpa tersentuh aparat penegak hukum.
Kehadiran ponsel BM ini tentu sangat merugikan sejumlah pihak, mulai dari pemerintah, pengguna smartphone dan vendor smartphone itu sendiri. Banyak masyarakat merasa dirugikan akibat membeli ponsel BM. Karena ponsel BM tidak ada garansi jika mengalami kerusakan atau kehilangan.
Bagi pemerintah, kondisi ini sangat merugikan negara. Pasalnya, karena masuk melalui jalur illegal maka pemerintah tidak akan mendapatkan masukan dari pajak nya. Coba saja bayangkan, setiap tahun itu, ponsel baru yang masuk ke Indonesia berkisar diangka 24 juta unit.
Dalam satu kesempatan, Menperin Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa, total kerugian negara akibat peredaran ponsel BM bisa mencapai Rp1 triliun per tahun. Besarnya pasar ponsel ilegal jelas membuat vendor resmi tak kompetitif dalam memasarkan produk. Bukan hanya dengan brand lain, namun juga brand yang sama karena umumnya harga ponsel BM jauh lebih murah. Termasuk juga brand local, terkena imbas nya.
Dua tahun lalu, untuk mengurangi masuknya ponsel illegal itu, pemerintah mengeluarkan regulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri. Hasil kerjasama tiga kementerian. Kementerian Pergadangan, Kementrian Perindutrian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Target nya, jika ada ponsel masuk ke Indonesia, setidaknya 30% adalah memiliki unsur komponen lokal. Terutama yang ponsel 4G. Namun, tetap saja, banyak yang mencari celah untuk memenuhi aturan itu dan ponsel illegal pun masih tetap banyak.
Saat ini, ada dua brand besar seperti Xiaomi dan iPhone yang mendominasi beredarnya ponsel BM di Indonesia. Dalam kasus Xiaomi, berkat membanjirnya produk BM, membuat vendor asal China itu mampu menyodok ke posisi dua di pasar ponsel Indonesia (survey Canalys Q2-2018).
Kasus Xiaomi ini seperti ‘menampar’ industri telekomunikasi. Pasalnya, biarpun brand ini kerap ‘mengganggu’ pasar dengan spesifikasi yang mumpuni tapi dibandrol dengan harga murah, tidak ada yang menyangka jika jumlah yang beredar di Indonesia cukup besar, sampai market share brand ini muncul di sebuah survey.
Data IDC menyebutkan market share Xiaomi sebesar 25% selama kuartal kedua (Q2) 2018. Angka ini cukup mengejutkan, karena di tahun sebelumnya di 2017, market share Xiaomi hanya 3%.
Kemudian melesat tajam di Q2 2018 ini. Pertumbuhan dari tahun-ke-tahun (year-on-year) sebesar 838,8%.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ponsel Indonesia, Hasan Aula menilai bahwa tidak semua ponsel Xiaomi adalah illegal. Menurut Hasan, “Semua ponsel sudah harus memenuhi local content TKDN sebesar 30% dan karena tidak bisa import finish good yang smartphone lagi dan local content TKDN di tunjuk oleh Xiaomi ke erajaya sebagai partner dan produk yang di jual adalah bergaransi Xiaomi Indonesia dengan logo TAM. Jadi selain di luar itu tidak di produksi di Indonesia”.
Dengan banyaknya barang BM beredar maka akan membinggungkan konsumen. Jadi bagi masyarakat yang membeli ponsel Xiaomi perlu memperhatikan. “Selama bukan barang dari TAM dan bergaransi Xiaomi Indonesia, jangan dibeli”, ujar Hasan.
Hasan pun menambahkan, dari APSI tentunya mengharapkan bahwa pemerintah terus menerus melakukan penindakan akan barang BM ini, karena barang black market tidak sesuai dengan peraturan pemerintah untuk mendorong lokal investasi dan juga pendapatan pajak negara juga akan hilang.
Sebenarnya, keberadaan ponsel BM ini sudah menjadi perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia, brand smartphone dan pihak terkait untuk meredam peredarannya. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI), DPR dan MPR serta lembaga lainnya segera menetapkan regulasi untuk menekan peredaran ponsel BM di tanah air.
“Gadget sudah bukan masalah regulasi melainkan masalah penegakan hukum. Kasus ponsel BM ini masuk dalam kasus pemalsuan sesuai dengan Undang-Undang. Jika terbukti melakukan pemalsuan, maka kita akan meminta aparat penegak hukum untuk mengenakan sanksi pidana. Jika terkait dengan KUHP, ini masuk dalam tindakan kriminal ekonomi,” jelas Anggota Komisi III DPR RI, Taufikul Hadi di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Menurut Taufik ponsel BM beredar di pasaran sebagian besar ulah penjual.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari.
“Kami meminta sejumlah pihak termasuk aparat penegak hukum untuk mengawasi peredaran ponsel BM. Kami juga mendukung Kominfo dalam mengimplemantasikan regulasi IMEI agar industri ponsel tanah air menjadi sehat,” jelas Eva.
Aturan IMEI
Peredaran ponsel ilegal (Black Market/BM) seakan tidak bisa diredam. Baik di toko retail dan e-commerce masih saja ditemukan ponsel BM.
“Ponsel BM di pasar Indonesia jumlahnya 20%. Setiap tahunnya ponsel BM terus meningkat di Indonesia,” ujar Ali Soebroto, Ketua AIPTI (Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia) saat acara diskusi publik Meredam Ponsel BM di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/11/2016).
Peredaran ponsel BM tentu memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia, brand smartphone dan pihak terkait.
“Bukan hanya gadget, pasar gelap terjadi di industri lain. Salah satu cara yang harus kita lakukan untuk meredam ponsel BM adalah menerapkan aturan dan sistem yang dapat mendeteksi IMEI (International Mobile Equipment Identity) ponsel. Perlu ada kontrol IMEI dari sejumlah pihak untuk menekan peredaran ponsel BM. Kita akan membantu Kominfo membuat regulasi tentang IMEI tersebut untuk menekan peredaran ponse BM,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari.
Seperti anggota komisi DPR, Kominfo juga terus memerangi ponsel BM.
“Kami akan terbitkan sertifikat resmi untuk ponsel. Banyak perangkat sekarang yang tidak resmi terutama di online shop. Kami memliki tim yang menangani kasus ini. Sesuai dengan UU komunikasi dikenakan sanksi pidana berupa kurungan dan denda,” papar Mochamad Hadiyana, Direktur Standardisasi Perangkat dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Dikatakan Hadyana, Kominfo tengah menggodok regulasi IMEI untuk mengurangi ponsel BM.
“Mudah-mudahan Aturan IMEI tersebut akan segera dirampungkan paling lambat akhir Desember 2018. Implementasinya baru akan dilaksanakan tahun 2019 mendatang,” tutup Hadyana. (Icha)