Telko.id – Polytron tiba-tiba meluncurkan mobil listrik? Langkah berani ini bukan tanpa alasan. Polytron G3 dan G3+ resmi diluncurkan sebagai mobil listrik pertama mereka, meski tanpa pabrik perakitan mandiri.
Lalu, apa sebenarnya yang ingin dicapai oleh Polytron dengan masuk ke industri otomotif yang sudah padat persaingan ini?
Polytron bukanlah pemain baru di dunia teknologi. Sebelumnya, mereka telah merambah pasar kendaraan listrik dengan meluncurkan motor listrik.
Namun, meluncurkan mobil listrik adalah langkah yang jauh lebih besar. Tanpa fasilitas produksi sendiri, Polytron menggandeng PT Handal Indonesia Motor untuk merakit Polytron G3 dan G3+.
Pabrik di Purwakarta dan Bekasi ini juga digunakan oleh merek-merek ternama seperti Chery, Neta, dan Jetour.
Lantas, apa yang membuat Polytron percaya diri bersaing di industri otomotif Indonesia?
Salah satu keunggulan utama adalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai 40%. Baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP) berkapasitas 51.916 kWh dari Gotion, yang sudah beroperasi di Indonesia, menjadi salah satu pendukung utama TKDN ini.
Latar Belakang dan Strategi Polytron
Polytron tidak sendirian dalam langkah ini. Mereka bekerja sama dengan Skyworth, perusahaan asal China, untuk mengembangkan Polytron G3 dan G3+.
Namun, kolaborasi ini tidak serta-merta membuat mobil ini sepenuhnya impor. Dengan TKDN 40%, Polytron berusaha memenuhi regulasi pemerintah sekaligus menarik minat konsumen yang semakin peduli dengan produk lokal.
Strategi Polytron terlihat jelas yakni memanfaatkan fasilitas produksi yang sudah ada untuk mengurangi biaya investasi.
Dengan menggunakan pabrik PT Handal Indonesia Motor, mereka bisa fokus pada pengembangan produk dan pemasaran.
CEO Polytron, Hariono, bahkan menyatakan bahwa pabrik di Purwakarta memiliki kapasitas produksi tiga kali lebih besar daripada di Bekasi.
Baca Juga:
Peluang dan Tantangan di Pasar EV Indonesia
Industri kendaraan listrik (EV) di Indonesia sedang naik daun. Pemerintah terus mendorong penggunaan EV melalui berbagai insentif dan regulasi.
Namun, apakah pasar EV di Indonesia sudah cukup besar untuk menampung pemain baru seperti Polytron?
Data menunjukkan bahwa minat terhadap EV terus meningkat, terutama di kalangan urban. Namun, infrastruktur seperti stasiun pengisian daya masih menjadi kendala utama.
Polytron harus memastikan bahwa produk mereka tidak hanya terjangkau, tetapi juga didukung oleh layanan purna jual yang memadai.
Di luar negeri, pasar EV juga tumbuh pesat. Negara-negara seperti China dan Eropa sudah jauh lebih maju dalam hal adopsi EV.
Namun, Polytron tampaknya lebih fokus pada pasar domestik terlebih dahulu, mengingat potensi pertumbuhan yang masih besar di Indonesia.
Masa Depan Polytron di Industri Otomotif
Polytron G3 dan G3+ hanyalah awal. Pertanyaan besarnya adalah: apakah Polytron akan meluncurkan lebih banyak model tahun ini?
Jika hanya mengandalkan satu tipe, apakah mereka bisa untung? Jawabannya tergantung pada respons pasar dan strategi pemasaran mereka.
Sebelumnya, Polytron sudah mencoba peruntungan di pasar motor listrik. Kini, dengan masuk ke segmen mobil listrik, mereka menunjukkan komitmen serius di industri EV.
Namun, kesuksesan mereka akan sangat bergantung pada kemampuan mereka bersaing dengan merek-merek yang sudah mapan seperti Hyundai, Wuling, dan Toyota.
Dengan kolaborasi yang tepat dan strategi pemasaran yang jitu, Polytron bisa menjadi pemain yang diperhitungkan di industri mobil listrik Indonesia. Namun, jalan mereka masih panjang dan penuh tantangan. (Icha)