Telko.id – Dengan semakin marak nya transformasi digital, maka risiko terhadap kejahatan cyber pun menjadi tantangan tersendiri. Demikian juga dengan Proptech atau property technologi.
JLL dan Tech in Asia menyoroti peluang dan ancaman invoasi smart city yang tertuang dalam laporannya ‘Click and Mortar: The Growing Influence of Proptech’.
Dalam laporan tersebut terdapat analisa tentang konvergensi real estate dan teknologi di 13 pasar di seluruh kawasan dan cara-cara bagaimana teknologi diterapkan untuk menghubungkan real estate perkotaan, infrastruktur dan layanan.
Inisiatif untuk membentuk kota pintar saat ini sedang banyak dilaksanakan di seluruh dunia. Seperti di India, negara ini berniat untuk mengubah 100 kotamadya dengan Misi Kota Cerdas. Lalu, lebih dari 500 kota di China telah memulai transformasi cerdas mereka, sementara Jepang dan Korea sudah membanggakan proyek kota cerdas. Singapura sedang mengembangkan visi Negara Cerdas, yang diluncurkan pada tahun 2014, dan pada 18 Maret. Bahkan ada dana investasi Asean- Australia senilai 23 juta dolar AS yang dipersiapkan untuk mendukung smart city di Asia Tenggara.
“Itu sebabnya, proptech adalah alat utama dalam pengembangan kota di masa depan dan kami dalam bisnis real estate memiliki peran penting, terutama dalam pengembangan dan pengelolaan properti cerdas,” kata Albert Ovidi, Chief Operating Officer, JLL Asia Pacific.
Albert menambahkan “Investasi infrastruktur digital semakin penting bagi kota-kota untuk menciptakan lingkungan yang lebih layak huni dan menarik serta mempertahankan talenta terbaik.”
“Namun mempertimbangkan akselerasi wilayah dalam penggunaan Internet of Things (IoT) dan ketergantungan yang tinggi pada pengumpulan data dan analisis, sangat penting bagi kota cerdas untuk mengembangkan perlindungan yang efektif terhadap risiko dunia maya,” ujar Alber mengingatkan.
Menurut laporan ini, semakin industri real estat menjadi lebih maju secara teknologi, maka resiko dunia maya juga semakin meningkat. Meskipun sebagian besar proptech start-up lebih banyak melayani sektor perumahan; bukan berarti sektor komersial terhindar dari resiko. Bahkan, pemilik properti dan penyewa menghadapi tekanan karena munculnya gedung pintar di mana mereka memiliki sistem manajemen gedung pada ponsel pintar mereka.
“Banyak inovasi menarik yang dikembangkan di sektor proptech, seperti kontrol rumah pintar atau drone untuk manajemen properti, memiliki potensi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, menghemat waktu, uang dan energi,” kata George Thomas, Chief Information Officer, JLL Asia Pacific .
George juga menambahkan, “Sebagai perusahaan, kami berkomitmen untuk memanfaatkan teknologi terbaru untuk menyediakan produk dan layanan baru bagi klien kami. Tetapi kami juga harus mempertimbangkan implikasi dari keamanan data dan privasi ketika sektor ini berkembang. ”
Salah satu teknologi yang menjadi solusi untuk memerangi risiko cyber dalam industry proptech saat ini adalah BIoT, konvergensi Blockchain dan Internet of Things.
Terlebih di tengah banyaknya inisiatif kebijakan dunia maya yang sedang berlangsung di seluruh wilayah, ketika pemerintah bekerja untuk memperkuat keamanan sistem informasi domestik, mereka berkolaborasi dengan mitra internasional untuk berbagi intelijen. Hal ini tentu akan meningkatkan identifikasi ancaman, sehingga perlu melindungi infrastruktur penting.
BIoT ini diharapkan dapat meluncurkan berbagai layanan dan bisnis baru, di antaranya gedung dan rumah pintar yang menguntungkan. BIoT akan memungkinkan akses real-time ke data dari sensor, dengan perlindungan penawaran blockchain. Yang paling penting adalah membangun kepercayaan, mengurangi waktu dan mempercepat transaksi.
“Ketika ruang proptech berkembang, terdapat peluang besar bagi pemilik dan penghuni real estate,” tambah Ovidi.
Ovidi pun mengingatkan bahwa “Kota dan tempat kerja yang lebih cerdas membawa nilai yang luar biasa. Tetapi untuk mendapatkan manfaat penuh mereka, kami harus memprioritaskan ketahanan sistemik untuk memastikan kami mengelola potensi risiko. ” (Icha)