Telko.id – Bangga dong pakai produk lokal! Sebuah ungkapan yang mudah diungkapkan, tetapi sulit untuk diterapkan. Apalagi bagi vendor smartphone lokal yang saat ini sangat terjepit ‘terserang’ oleh vendor global yang menggila. Ditambah lagi, ‘guyuran’ produk ‘black market yang tetap banyak beredar di pasar.
Namun, jumlah vendor lokal yang semakin berkurang juga membuat tidak mampu melakukan banyak hal untuk memperjuangkan agar keberpihakan pemerintah pada produk lokal ini semakin besar. Itu sebabnya, Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika mendorong vendor lokal membuat Asosiasi.
“Vendor lokal buat lah asosiasi, jadi lebih enak untuk memperjuangkan kebutuhan nya. Karena saya di Kemenkominfo tidak bisa sendirian, harus kerjasama dengan kementerian lain,” kata Rudiantara, usai mengunjungi Pabrik Advan di Semarang (28/05).
Pasalnya, untuk melakukan memperkuat keberpihakan pemerintah pada vendor lokal itu, menurut Rudiantara tidak bisa dilakukan atau diberikan pada ‘satu’ orang atau ‘satu’ perusahaan. “Harus diberikan untuk sector,” ujar Rudiantara menegaskan. Jadi wajar, Chief RA, begitu bisa Menteri Kominfo ini dipanggil mendorong vendor lokal punya asosiasi sendiri. Tidak hanya mengikuti asosiasi yang bersama dengan vendor global. Dengan demikian, lebih dapat memperjuangkan kebutuhannya pada pemerintah.
Sebenarnya, apa yang diinginkan oleh vendor lokal sebagai dukungan dari pemerintah?
“Yang pertama adalah masalah ijin dan pajak. Misalnya tentang ijin produk sample. Bagi vendor lokal ini agak sulit karena ketika tidak ada produk sample masuk, maka urusan sertifikasi juga menjadi terhambat. Padahal, terlambat sertifikasi saja, maka tidak bisa jualan yang artinya bisa memperlambat kecepatan untuk bersaing dengan brand global lain,” kata Tjandra Lianto, Marketing Director ADVAN saat usai menemani Menkominfo, Rudiantara berkunjung ke pabrik Advan di Semarang.
Selain itu juga masalah pajak. Untuk masalah pajak ini, Tjandra menyoroti tentang pajak spare part atau komponen. Di mana, pajak kompenen ini sangat tinggi sehingga menyulitkan vendor lokal ini bersaing dengan merek global.
Di luar kedua masalah tersebut, masih banyak lagi persoalanya, yang harus dikemukakan oleh vendor lokal agar pemerintah juga lebih memperhatikan produksi dalam negeri.
Pasalnya, vendor lokal harus melakukan invetasi untuk pembuatan pabrik agar dapat memenuhi Tingkat Kandungan Dalam negeri yang disyaratkan oleh pemerintah untuk bisa berjualan smartphone 4G di Indonesia. Memang, ada juga yang tinggal menggandeng pabrik yang sudah ada.
Tentu, kekuatan financial dari vendor lokal tidak sekuat vendor global. Sehingga untuk bisa bertahan di Negara sendiri juga membutuhkan dukungan dari pemerintah agar mendapatkan ekosistem yang mendukung agar produksi di dalam negeri ini juga diperhitungkan oleh masyarakat Indonesia dan dihargai di negeri sendiri. (Icha)