Telko.id – Tren Smart city semakin meningkat di setiap negara maju dan berkembang di dunia saat ini. Hal ini terlihat dari banyaknya kota-kota di dunia yang sudah menerapkan tren smart city sebagai landasan dari pemerintahan mereka. Khusus di Asia pasifik sendiri, setidaknya terdapat 800 kota yang bisa disebut smart city, dengan mayoritas berada di India dan China.
Sekadar informasi, banyak orang yang memiliki pandangan berbeda mengenai definisi dari smart city itu sendiri. Padahal Definisi dari smart city disini adalah sebuah ekosistem di perkotaan yang berbasis IT dan IoT.
Karena IT dan telekomunikasi menjadi landasan dari kota pintar ini, tidak ada salahnya jika kita mencoba melirik peluang yang bisa dimanfaatkan oleh industri telko di Indonesia, terkait dengan tren smart city ini.
Adalah Sudev Bangah selaku Country Manager IDC Indonesia dan Filipina yang mengungkapkan bahwa setiap vendor telekomunikasi disarankan untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mendukung inisiatif dan percobaan smart city sebagai sarana alternatif untuk memperoleh keuntungan bisnis.
Ia menambahkan, “Semakin banyak bisnis yang memahami manfaat dan teknologi smart building, maka akan semakin banyak dorongan yang dihadapi oleh pemilik bangunan untuk mengadopsi tekologi tersebut. oleh karena itu, vendor hrus mempertimangkan bekerjasama dengan pemerintah yang sejalan dengan kampanye mereka di wilayah-wilayah yang ingin dikembangkan,” ujarnya kepada tim Telko.id, disela-sela acara Media Update IDC mengenai tren smart city di Jakarta (11/4).
Ia juga mengungkapkan, berbagai peluang tentuya bisa dimanfaatkan oleh pemain di industri telko semisal konektivitas yang menjadi penggerak dari M2M dan IoT, sebagai service provider ke sebuah kota pintar.
“Karena yang terpenting bagi mereka adalah kebutuhan konektivitas supaya terjadi perkawinan antara pemerintah dan warganya. jadi konektivitas seperti fiber, 4G, base tower dan sebagainya itu menjadi sebuah peluang untuk mereka dan juga tentunya service provider untuk teknologi IoT atau solution semisal smart home,” ujar Sudev.
Solusi smart Home dan smart Building juga digadang-gadang dapat memberikan sebuah peluang tersendiri bagi para pelaku bisnis di industri telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, dua solusi tadi pasti diperlukan dalam penerapan smart city di sebuah kota.
Sementara itu, berbicara mengenai kesiapan dari para operator di Indonesia untuk menyongsong ranah smart city, IDC berkomentar bahwa mereka sejatinya sudah sangat siap, namun masih terkesan sendiri-sendiri.
“Kalau kita lihat, mereka mempunyai banyak proyek yang ‘silo’ ya, seperti Telkom memiliki e-Health, mereka juga memiliki solusi khusus financial industry, kalau kita lihat kearah Lippo atau Sinarmas, mereka juga memiliki proyek yang sama dengan solusi dari mereka masing-masing,” ungkap Sudev.
Sekadar informasi, XL Axiata juga telah mengimplementasikan smart city di empat kota di Indonesia sejak tahun lalu. Namun, total pendapatan mereka dari lini bisnis IoT ini masih menyumbang kurang dari 10% dari pendapatan keseluruhan mereka.
Sudev menambahkan, “Rasanya, dari sisi teknologi mereka sudah siap, mereka juga memiliki kapabilitas, tapi apakah ini bisa di roll uou ke holistic solution itu masih belum ada. Jadi sejatinya perusahaan telko disini memiliki solusi smart city, tapi mereka bersaing untuk menjadi yang terbaik,” tambahnya.
Disinggung mengenai perusahaan telko mana yang lebih berpeluang di ranah smart city, Sudev belum bisa memilih salah satunya, namun ia mengungkapkan, “yang saat ini kita lihat adalah perusahaan telko mana yang lebih memiliki kapabilitas IoT, mereka yang akan merajai pasar smart city ini. Siapa yang bisa ‘roll-out’ IoT connection dan solusi, mereka yang akan jadi leader,” sebut Sudev.
Namun, Ia memprediksi bahwa penetrasi Internet of Things di Indonesia sendiri masih sekitar 10 tahun kedepan, karena fundamental dari IoT sendiri masih terpisah. “Karena Indonesia itu sangat luas, dan kita memerlukan banyak pengembangan dari sisi infrastruktur dan fundamental dan harus bersinergi dengan perkembangan ekonomi,” tandasnya.
Ia juga mengungkapkan, perlu adanya dorongan dari Pemeritah pusat agar penerapan smart city di Indonesia semakin cepat, seperti edukasi kepada para masyarakat. Dengan begitu, maka semakin membuka peluang bagi industri telko di Indonesia untuk meraup banyak keuntungan dari tren ini.
“Masalahnya kalau saya ingin e-passport, dan saya bisa bikin aplikasi KTP, SIM dan Passports secara online misalnya. Setelah sekian lama pemikiran masyarakat akan meningkat kearah IT, dengan demand yang juga akan meningkat dan perusahaan telko yang bisa menyediakan solusi tersebut juga akan meningkatkan pendapatan mereka di sektor tersebut, ”
Sekadar informasi, Sudev juga menyebutkan bahwa pengaplikasian 5G di Indonesia masih belum penting, karena tidak semua masyarakat di Indonesia akan menggunakan layanan ini. Ia menambahkan, berkaca dari jaringan 4G saja yang mana saat ini mayoritas masih digunakan untuk kebutuhan streaming dan hiburan, tapi belum terlihat pergerakan masyarakat yang lebih produktif ketika memanfaatkan layanan 4G pada device mereka.