Telko.id – Indonet menjawab tantangan riil yang dihadapi Indonesia, di mana lebih dari 200 juta pengguna internet membutuhkan konektivitas supercepat untuk mendukung geliat ekonomi digital.
Faktanya, laporan We Are Social 2025 menunjukkan 73% transaksi bisnis di Indonesia kini mengandalkan pertukaran data real-time.
Dari e-commerce hingga layanan finansial, ketergantungan pada infrastruktur digital telah mencapai titik kritis.
Namun, di balik layar, ada satu nama yang selama tiga dekade menjadi tulang punggung konektivitas enterprise: Indonet.
Pada 14 Mei 2025, penyedia infrastruktur digital ini mengumumkan strategi besar—investasi masif dalam jaringan fiber optik generasi terbaru.
Bukan sekadar upgrade biasa, langkah ini disebut-sebut akan mengubah peta konektivitas digital di Jakarta, Tangerang, Bekasi, hingga Bogor.
Lantas, apa implikasinya bagi bisnis dan ekosistem digital Indonesia?
Revolusi Bawah Tanah: Fiber Optik 800G dan Masa Depan Konektivitas
Indonet tak main-main. Dengan menambah kapasitas fiber core 10 kali lipat dari total pembangunan sepuluh tahun terakhir, mereka membangun “jalan tol data” bawah tanah yang menghubungkan pusat-pusat data strategis.
Teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang diusung memungkinkan kecepatan backbone hingga 800G per channel—setara dengan mengalirkan 400 film HD dalam sedetik.
“Ini bukan hanya tentang kecepatan, melainkan ketahanan layanan,” tegas Agus Ariyanto, SEVP Operation Indonet.
Jaringan bawah tanah mengurangi risiko gangguan fisik seperti cuaca ekstrem atau aktivitas konstruksi, sementara teknologi terbaru memastikan skalabilitas untuk kebutuhan 5-10 tahun ke depan.
Baca Juga:
Dampak Nyata bagi Pelaku Bisnis: Dari Latensi Rendah Hingga Efisiensi Biaya
Bagi perusahaan yang bergantung pada cloud computing atau pertukaran data besar-besaran—seperti fintech, healthtech, atau platform logistik—upgrade ini ibarat oksigen segar.
Dengan latensi di bawah 2ms dan kapasitas port pelanggan hingga 400G, proses seperti backup data harian yang biasa memakan jam kini bisa selesai dalam hitungan menit.
Yudie Haryanto, SEVP Sales & Marketing Indonet, menyebutkan contoh nyata: “Sebuah platform ride-hailing bisa mengurangi biaya server hingga 30% berkat efisiensi transfer data real-time antar-pusat data kami.” Angka ini signifikan mengingat tingginya biaya operasional digital.
Peta Jalan 2025-2030: Ekspansi ke Kawasan Industri dan Smart City
Fase berikutnya akan fokus pada perluasan core network ke kawasan industri dan perkantoran.
Analis telekomunikasi memperkirakan, investasi semacam ini akan memicu dominasi model bisnis as-a-service di Indonesia.
Dengan infrastruktur yang siap menghadapi lonjakan data 5G dan IoT, Indonet tak hanya membangun jaringan—melainkan fondasi bagi ekonomi digital yang lebih inklusif.
Jadi, bisnis apa yang siap memanfaatkan gelombang transformasi ini?
Satu hal pasti: di era di mana data adalah mata uang baru, memiliki infrastruktur tercepat berarti memegang kunci pasar. (Icha)