Telko.id – Anggapan yang menilai bahwa media sosial menjadi sarana penebar teror disikapi dengan bijak oleh media sosial. Salah satunya Twitter. Itu sebabnya, platform messaging global ini memutuskan untuk mengambil langkah-langkah baru guna membendung “perilaku kasar dan perilaku penuh kebencian” di wilayahnya.
Langkah ini diambil menyusul tekanan yang diberikan oleh AS dan pemerintah lainnya setelah serangan di Paris dan California beberapa waktu lalu, dimana Twitter harus berbuat lebih banyak untuk menyingkirkan mereka yang merencanakan kekerasan.
“Kami percaya bahwa perlindungan dari kekerasan dan pelecehan adalah bagian penting dari memberdayakan orang untuk bebas mengekspresikan diri di Twitter,” kata Direktur Twitter untuk kepercayaan online dan keamanan, Megan Cristina.
“Hari ini, sebagai bagian dari upaya kami untuk terus memerangi penyalahgunaan, kami memperbarui Aturan Twitter untuk memperjelas apa yang kami anggap sebagai perilaku kasar dan perilaku penuh kebencian. Update bahasa menekankan bahwa Twitter tidak akan mentolerir perilaku yang dimaksudkan untuk melecehkan, mengintimidasi, atau menakuti untuk membungkam suara pengguna lain.”
Aturan baru mengatakan bahwa pengguna Twitter “tidak boleh membuat ancaman kekerasan atau mempromosikan kekerasan, termasuk mengancam atau mempromosikan terorisme” dan “tidak boleh menghasut atau terlibat dalam kegiatan menghujat atau melecehkan orang lain.”
Twitter mengatakan bahwa mereka akan melarang atau memblokir akun yang tujuan utamanya adalah menghasut demi kerugian orang lain dan juga akan menangguhkan beberapa akun yang dibuat untuk menghindari penghentian sementara atau permanen.
Dilansir dari Phys.org, Rabu (30/12), para pejabat AS dan Eropa telah memaksa media sosial untuk berbuat lebih setelah serangan mematikan selama beberapa minggu terakhir yang telah dikaitkan dengan ISIS.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan Gedung Putih awal bulan ini menyerukan “dialog” dengan Silicon Valley dan lain-lain terkait hal itu, mengatakan bahwa tindakan lebih harus diambil “ketika penggunaan medial sosial melintasi garis antara komunikasi dan perencanaan teroris aktif.” Hal yang sama juga dilakukan Komisi Eropa, yang menyerukan dialog serupa dengan jejaring media sosial besar.
Lalu bagaimana tanggapan kelompok media sosial? Mereka mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan apa yang mereka bisa untuk menghindari medianya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan kebencian dan kekerasan, namun mereka memperingatkan bahwa setiap peraturan yang mengharuskan mereka untuk menyaring atau melaporkan aktivitas yang tidak tepat bisa menjadi kontraproduktif.