Jakarta – Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris baru-baru ini telah mengungkapkan bahwa keluhan layanan pelanggan dari ranah telekomunikasi menempati peringkat teratas untuk gangguan bagi konsumen di negara tersebut pada tahun 2015.
Riset yang dilakukan oleh Lithium Technology ini menemukan bahwa 34,2% dari lebih dari 2.000 responden yang disurvei mengatakan bahwa mereka kecewa dan merasa frustasi dengan customer service dari penyedia layanan komunikasi. Rasa frustasi itu muncul akibat hambatan yang disebabkan oleh perbedaan bahasa, sistem otomatis dan pemeriksaan keamanan, serta kurangnya personalisasi dari agen layanan pelanggan. Dimana masing-masing menerima 56%, 48% dan 37% suara.
Dilansir dari Telecoms (7/10), periingkat perusahaan telekomunikasi ini berada di atas, baik perusahaan utilitas maupun lembaga keuangan dalam hal layanan pelanggan yang mengecewakan, dan CMO dari Lithium Technologies, Katy Keim, menganggap perusahaan harus berevolusi lebih jauh dari pendekatan layanan pelanggan tradisional mereka untuk menghindari risiko loyalitas pelanggan.
Katy Keim menyebutkan, “Data ini menyoroti ketidakefektifan call center tradisional dalam memenuhi harapan pelanggan, serta meningkatnya kebutuhan bisnis di Inggris untuk mengeksplorasi cara-cara baru untuk melibatkan pelanggan, khususnya di bidang digital. Selain itu, pelanggan saat ini mengharapkan tingkat premium dari layanan pelanggan dan menghindari kelalaian call center konvesnsional,” katanya.
Laporan tersebut menunjukkan lebih dari 80% konsumen lebih vokal dalam tuntutan mereka dibandingkan tiga tahun lalu. Menurut jajak pendapat dari manajer layanan pelanggan, lebih dari 50% melihat dunia digital menjadi saluran layanan pelanggan utama, dengan media sosial seperti Twitter terbukti menjadi media penting dalam menyampaikan aspirasi mereka.
Bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini, jika kita terus menyoroti jejaring sosial Twitter, dapat dilihat komplain dari pelanggan-pelanggan di Indonesia masih seputar koneksi internet yang buruk serta harga paket internet yang masih kurang bersahabat.
Selebihnya, para konsumen di Indonesia tentunya tidak se-vokal konsumen Inggris dalam menyuarakan aspirasinya. Kecenderungan yang terjadi adalah mereka lebih sering diam dan menunggu perbaikan dari pihak operator terkait, sebelum akhirnya meninggalkan operator tersebut jika dirasa layanan mereka kurang baik.