Telko.id – Xiaomi Indonesia secara resmi memamerkan kemampuan fotografi dari seri terbarunya, Xiaomi 15T Series, melalui eksplorasi visual di kawasan Bromo-Tengger.
Kolaborasi dengan Leica diuji dalam berbagai kondisi cahaya ekstrem, mulai dari fajar di Caldera hingga senja di tengah tarian Bujang Ganong, untuk membuktikan konsistensi performa kamera perangkat tersebut.
Marketing Director Xiaomi Indonesia, Andi Renreng, menyatakan bahwa inovasi pada sistem kamera seri ini dirancang untuk kebutuhan fotografi yang konsisten.
“Lewat Xiaomi 15T Series, kami ingin menghadirkan sebuah perangkat yang membuat siapa pun dapat menangkap cerita visual dengan lebih dekat, lebih natural, dan lebih personal,” ujarnya.
Ia menambahkan, Bromo dipilih sebagai arena uji nyata untuk teknologi Leica Imaging, dari cahaya tipis pagi hari hingga kontras ekstrem di lautan pasir.
Eksplorasi dimulai dari kawasan Caldera yang diselimuti kabut pagi. Pada momen perubahan cahaya yang cepat tersebut, kamera utama 50MP dengan lensa Leica Summilux ƒ/1.62 menjadi elemen krusial.
Lensa ini disebut mampu menangkap cahaya minim sebelum matahari terbit tanpa kehilangan detail di area gelap, sekaligus menjaga transisi halus antara langit yang memerah dan permukaan tanah yang masih gelap.
Karakter warna khas Leica Authentic Look memberikan nuansa lembut yang selaras dengan suasana sunrise, menghasilkan foto yang terasa natural dan filmic.
Pendekatan ini merupakan bagian dari komitmen Xiaomi dalam menghadirkan pengalaman mobile photography yang mendalam, sebagaimana juga terlihat dalam inisiatif seperti Xiaomi 12.12 Best Deal yang menawarkan nilai lebih bagi pengguna.

Baca Juga:
Dari Lanskap Luas ke Potret Intim Masyarakat Tengger
Perjalanan kemudian berlanjut ke Tengger Village, di mana fokus fotografi bergeser dari lanskap alam ke interaksi manusia dan budaya.
Di ruang yang lebih intim ini, kemampuan Leica Master Portrait Mode pada Xiaomi 15T Series menunjukkan performanya.
Mode ini menghadirkan depth-of-field natural dan menawarkan simulasi lensa setara 50mm dan 90mm untuk perspektif potret yang sinematik.
Fitur Eye-Tracking Autofocus menjaga fokus tepat di area mata subjek meski dalam kondisi bergerak, sehingga ekspresi dan karakter masyarakat Tengger dapat tertangkap dengan presisi.
Kemampuan ini sejalan dengan perkembangan teknologi pemrosesan gambar Xiaomi yang terus ditingkatkan, termasuk melalui pembaruan sistem operasi seperti yang diumumkan dalam Xiaomi 14 Ultra Siap Dapat Update HyperOS 3 Global.

Ujian Terberat di Senja: Tarian Bujang Ganong
Uji kemampuan kamera mencapai puncaknya saat matahari terbenam dan tarian Bujang Ganong dimulai. Pada kondisi cahaya yang cepat meredup dan gerakan penari yang liar, lensa Leica Summilux ƒ/1.62 pada Xiaomi 15T Series berhasil menangkap detail penting seperti tekstur topeng, kostum, dan sorotan mata tanpa noise berlebih.
Sensor besar pada perangkat ini mampu mempertahankan gradasi cahaya alami, termasuk dari sumber cahaya tidak stabil seperti obor dan api.
Fotografer profesional Sandy Wijaya yang mengamati proses tersebut menyebut momen tarian Bujang Ganong sangat menuntut kemampuan lensa.
“Cahayanya berubah cepat, gerakannya liar, dan detail kostumnya rumit. Tapi Xiaomi 15T Series bisa menangkap semuanya dengan cukup stabil dan akurat,” ujar Sandy.
Kestabilan hasil foto didukung oleh Optical Image Stabilization (OIS) dan algoritma pemrosesan gambar Leica yang mampu mengunci subjek bergerak.
Sandy menambahkan, keunggulan menggunakan smartphone dalam dokumentasi budaya adalah sifatnya yang tidak mengintimidasi subjek.
“Dengan smartphone, kita bisa lebih dekat dengan penari tanpa mengintimidasi mereka seperti saat membawa kamera besar. Dari dekat, detail yang seharusnya hilang di senja bisa terekam jelas,” tuturnya.
Pendekatan dokumentasi yang ringkas ini menjadi nilai tambah, berbeda dengan perangkat wearable seperti Samsung Galaxy Glasses Resmi Diumumkan, Pakai Lensa Transitions yang menawarkan konsep berbeda.

Eksplorasi visual Xiaomi 15T Series di Bromo menunjukkan bagaimana kolaborasi dengan Leica tidak hanya fokus pada spesifikasi teknis, tetapi juga pada kemampuan menangkap narasi dan emosi dalam berbagai kondisi ekstrem.
Perangkat ini diposisikan sebagai alat untuk menjembatani jarak antara pengguna dengan momen dan cerita yang ingin diabadikan, menawarkan pendekatan fotografi mobile yang lebih personal dan natural. (Icha)


