Telko.id – Huawei berhasil bertahan dan berkembang meski menghadapi sanksi keras dari Amerika Serikat. Tao Jingwen, Presiden Bidang Kualitas, Proses Bisnis, dan Teknologi Informasi Huawei, menyatakan perusahaan telah membangun ekosistem mandiri yang sepenuhnya terlepas dari dukungan AS.
Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah acara di Guiyang, menegaskan ketahanan Huawei di tengah tekanan global, seperti dikutip dari phonearena.com (9/2).
Sejak 2019, Huawei dimasukkan dalam Entity List oleh Departemen Perdagangan AS, yang membatasi aksesnya terhadap teknologi asal AS.
Langkah ini memaksa Huawei untuk mengembangkan sistem operasi sendiri, HarmonyOS, serta layanan mobile mandiri.
Tao menegaskan, komitmen industri teknologi China untuk mandiri dipelajari melalui kemampuan Huawei bertahan tanpa pemasok AS.
HarmonyOS menjadi tulang punggung baru Huawei, menggantikan ketergantungan pada Android versi Google. Sistem ini dilengkapi dengan App Gallery sebagai alternatif toko aplikasi.
Meski kehilangan akses ke Google Play Store dan layanan default Android, Huawei berhasil membangun ekosistem aplikasi yang cukup kuat, terutama di pasar domestik China.
Dampak sanksi sempat terlihat ketika Huawei, yang pernah menjadi pengirim smartphone terbanyak di dunia pada kuartal kedua 2020, mengalami penurunan penjualan signifikan.
Namun, perusahaan bangkit dengan meluncurkan Huawei Mate 60 Pro pada Agustus 2023. Ponsel flagship ini ditenagai oleh chipset Kirin 9000S buatan SMIC, yang mendukung konektivitas 5G—sebuah terobosan setelah tiga tahun vakum.
Baca Juga:
Kemampuan Huawei merancang chipset secara mandiri menunjukkan ketahanan teknologi China di tengah tekanan global. Tao menyatakan bahwa pengalaman Huawei akan memungkinkan China melampaui AS dalam aplikasi kecerdasan artifisial, berkat ekonomi ekstensif dan skenario bisnis yang dimiliki.
Meski demikian, Huawei masih merasakan dampak sanksi AS, terutama di pasar luar China seperti Eropa. Kehilangan akses ke layanan Google tetap menjadi tantangan, meski Huawei Mobile Services telah dikembangkan sebagai pengganti. Qualcomm sempat mendapat izin untuk mengirim chipset ke Huawei, namun hanya versi 4G, bukan 5G.
Huawei terus berupaya kembali ke puncak pasar smartphone global, posisi yang pernah diraihnya sebelum sanksi berlaku penuh. Perusahaan juga aktif mengembangkan chipset AI, seperti Huawei Ascend 920, yang diyakini dapat bersaing dengan produk serupa dari Nvidia.
Di sisi lain, persaingan dengan merek seperti Samsung tetap ketat. Samsung kembali berjaya dan salip Huawei di pasar global, menunjukkan dinamika industri yang terus berubah.
Huawei juga melepas bisnis Honor untuk fokus pada strategi pemulihan, seperti diumumkan dalam keputusan jual bisnis Honor.
Dengan inovasi berkelanjutan dan fokus pada kemandirian teknologi, Huawei membuktikan bahwa perusahaan dapat bertahan bahkan tanpa dukungan dari pemasok AS. Tao menegaskan, langkah Huawei tidak hanya tentang bertahan, tetapi juga memimpin inovasi masa depan, termasuk dalam persaingan kamera ultra dengan merek-merek global.
Huawei terus memantapkan posisinya sebagai pemain kunci dalam industri teknologi, dengan fokus pada pengembangan HarmonyOS, chipset mandiri, dan layanan AI. Langkah ini tidak hanya penting bagi Huawei, tetapi juga bagi masa depan teknologi China secara keseluruhan. (Icha)